Guru Drona juga menyuruh Bima sebagai saingan Duryudana untuk mencari Tirta Kamandanu, yang berada di tengah samudera, agar dia menemui ajal, sehingga berkuranglah saingan Duryudana. Akan tetapi Bima justru dapat menemukan jati dirinya yang digambarkan sebagai Dewaruci, kembaran Bima dalam ukuran mini, ketika menjalankan perintah Pandita Drona tersebut.
Setelah Pandawa dan Kurawa menyelesaikan pendidikan mereka, Drona meminta murid-muridnya untuk membalaskan dendamnya terhadap Raja Drupada. Namun, Kurawa gagal menembus formasi cakrabyuha milik Drupada dan malah menjadi tawanan. Pandawa-lah yang berhasil menembus formasi tersebut, dan Arjuna berhasil mengalahkan Raja Drupada.
Kerajaan Pancala kemudian dibagi menjadi dua, sebagian diberikan kepada Drupada dan sebagian lagi kepada anak Drona, yaitu Aswatama. Setelah dendamnya terbalaskan, Drona menganggap permusuhannya dengan Drupada telah selesai. Namun, Drupada tidak menganggapnya demikian. Ia bersumpah bahwa anaknya Drestadyumna akan menjadi penyebab kematian Drona dan Pancala akan menikahi Arjuna.
Keterikatan Drona terhadap keduniawian, bukan hanya keterikatannya pada statusnya sebagai Guru Kerajaan Hastina, akan tetapi juga keterikatannya kepada putra semata wayangnya, Aswatama. Hidupnya dipersembahkan kepada putera tercintanya. Ketika dalam perang Bharatayuda dia mendengar putranya meninggal, jantungnya berdebar keras, tubuhnya limbung dan dia ingin mengkonfirmasikan berita ini kepada Yudistira, muridnya dari Pandawa yang paling jujur.
Yudistira menjawab bahwa Aswatama memang mati, tetapi belum sempat melanjutkan penjelasannya bahwa Aswatama yang dimaksud adalah seekor gajah, Drona langsung lemas dan lunglai meletakkan senjatanya. Dan pada saat itu kemarahannya memuncak dan bermaksud untuk melenyapkan dunia dengan senjatanya yang paling ampuh. Sebelum semunya itu terjadi, Sri Krishna menampakkan diri dan menasihatinya.
Kutipan nasihat tersebut berbunyi, " Seorang Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan sebagai amal. Dia tidak pernah memperdagangkan pengetahuan! Itulah sebabnya seorang Guru hanya mengharapkan pemberian kecil dari murid-muridnya. Dia tidak mematok nilai apapun. Tetapi kau mematok sebuah nilai untuk pengetahuanmu yang tidak ternilai! Untuk menukar pengetahuanmu dengan meminta muridmu untuk membalas dendam."
Lebih lanjut Sri Krishna berkata, "Bukan hanya kau telah meracuni hidupmu sendiri, tetapi juga termasuk meracuni kehidupan murid-muridmu. Dan semua ini terjadi karena cinta buta dan arogansimu. Kau bukanlah seorang Guru Dronacarya! Orang yang menempatkan arogan di pikirannya, dan cinta buta, dan ketamakan yang ada dalam hatinya, tidak akan pernah sama sekali mampu untuk berbuat kebenaran!"
Kiranya kita dapat belajar dari kisah ini agar tidak menjadi guru yang serakah dan memanfaatkan peserta didik untuk memperoleh kekayaan dan balas dendam, juga tidak hanyut dalam cinta buta dan sifat diskriminatif terhadap peserta didik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI