Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Guru - Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis opini di HU Flores Pos. Sudah menulis 2 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA dan IMAN YANG MEMBUMI. Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Pigai Belajarlah Bijaksana seperti Pak Abdul Mu'ti

5 November 2024   09:38 Diperbarui: 5 November 2024   09:52 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu menteri yang mendapat kesan positif setelah dilantik dalam Kabinet Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto  adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu'ti. Ini amat beralasan karena pernyataan-pernyataan awalnya yang menampilkan kesejukan dan kebijaksanaan.

Beberapa pernyataan itu kiranya jauh dari kesan sombong dan blunder karena lebih mau belajar, mendengar, dan menyerap aspirasi sebelum mengambil kebijakan. Ini kiranya menunjukkan kebijaksanaan karena hal-hal konseptual dan ideal belum tentu selaras dengan hal-hal yang real. Atau dengan perkataan lain sebuah kebenaran harus menyelaraskan antara idealitas dengan realitas.

Berseberangan dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu'ti adalah pernyataan-pernyataan Pak Natalius Pigai selaku Menteri Hak Asasi Manusia (HAM).

Harus diakui bahwa sejumlah pernyataan kontroversialnya berhasil menarik perhatian publik. Pak Pigai telah memicu perdebatan dengan usul kenaikan anggaran fantastis bagi kementeriannya dan berbagai rencana ambisius yang menimbulkan sorotan tajam.

Beliau mengaku paham HAM dan birokrasi dan meyakini bahwa tidak perlu belajar lagi tentang HAM dan birokrasi dengan kesiapan untuk langsung bekerja. Kiranya ini menjadi blunder karena ketidaksediaan untuk belajar menjadi awal malapetaka sehingga "dikuliti" berkali-kali oleh banyak pihak, termasuk dalam sidang DPR.

Ini artinya bahwa sekiranya Pak Pigai mau rendah hati untuk banyak belajar, mau mendengar dengan saksama, dan bersedia menyerap aspirasi dari banyak pihak seperti Pak Abdul Mu'ti, maka segala hal yang dapat memalukan diri sendiri dapat dihindari dan tidak akan terjadi.

Akhirnya semua ini mengajarkan satu hal sebagai prinsip hidup bahwa "mengamati, mendengar, dan mengerjakan adalah lebih bijaksana daripada berbicara, karena berbicara banyak akan membuat seseorang terlihat bodoh".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun