Pola asuh yang kaku dan keras merupakan pola asuh negatif. Pola asuh ini menekankan otoritas sehingga cenderung otoriter karena menekankan kekuasaan yang pada akhirnya menciptakan rasa takut. Dalam pola asuh ini anak akan dihukum jika bersalah.
Pola asuh ini jelasnya melukai anak dan membuat mereka tidak dapat berkembang secara maksimal. Pada saat yang sama juga dapat menjauhkan seorang ayah dari anaknya. Atau dengan perkataan lain, sang ayah justru telah mengisolasi dirinya dari relasi yang sehat dengan anak.
Seorang ayah harus menyadari bahwa perilaku aktif yang berlebihan, yang bahkan menjurus pada kenakalan (kejahatan) dan sikap anti sosial merupakan indikasi bahwa anak merasakan kekurangan sesuatu. Kekurangan itu adalah adanya relasi yang kurang baik antara ayah dan anak, dan sebaliknya.
Indikasi ini memberi signal yang sangat jelas bahwa anak sedang meminta supaya ayah dapat meluangkan waktu bagi anak. Anak membutuhkan waktu untuk didengarkan. Anak membutuhkan waktu bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.
Ini berarti bahwa ayah perlu menyediakan waktu karena anak membutuhkan sang ayah. Mereka membutuhkan kasih sayang untuk didengarkan berkali-kali dalam semua hal yang mereka lakukan dan alami.
Anak membutuhkan nasihat dan teguran dalam semua hal yang mereka buat. Ini dapat terjadi jika sang ayah senantiasa memiliki waktu untuk ada bersama anak. Dalam "ada bersama" ini anak mengalami kasih sayang dan perhatian dari sang ayah.
Dan perlu disadari bahwa teguran dan nasihat adalah lebih baik dari hukuman. Hukuman melahirkan rasa sakit, tetapi teguran dan nasihat dapat menghasilkan perubahan sikap dan perilaku anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H