Saya mengutip tulisan Joy Roesma dan Nadia Mulya, "Ini Rumah Kita" dalam Cerita Cita Indonesia. Adapun kutipan tersebut adalah "When in Rome, do as Romans do. When in Indonesia, break the rules as the Indonesian do".
Saya kira ungkapan ini ada benarnya, dan bukan itu saja, tetapi memang banyak benarnya. Â Kita boleh berbeda pendapat dalam hal ini, tetapi mari kita simak kenyataan hidup sehari-hari dalam aneka level dan dimensi kehidupan sebagai sebuah bangsa.
Tak dapat dipungkiri bahwa selain menghasilkan banyak produk hukum, Â negara ini juga kaya dengan slogan yang bermaksud membangun mentalitas para anak bangsa agar dapat bersikap dan bertindak dengan baik dan benar.
Kita amat biasa mendengar slogan, Â "budaya tertib lalu lintas, budaya taat pajak, budaya antri, budaya disiplin, budaya anti korupsi, budaya malu, budaya bersih, budaya sehat, dan lain-lain".
Tetapi pada kenyataannya justru kebalikannya yang terjadi. Saking parahnya sampai-sampai ditiru dan diikuti oleh warga negara asing yang datang ke Indonesia.
Salah satu contohnya adalah mereka dengan bangganya bersepeda motor tanpa helm dan berani ngebut-ngebutan di jalan umum, layaknya warga negara Indonesia, karena kenyataan demikianlah yang mereka lihat dan alami.
Kita tentunya bertanya mengapa, tetapi jawabannya kembali ke para warga negara sendiri yang telah berbicara budaya tertib lalu lintas, tetapi pada kenyataannya menunjukkan sikap dan perilaku tidak tertib berlalu lintas.
Harus disadari bahwa hukum memang penting. Hukum dapat menjadi sarana yang ampuh untuk mengatur warga negara agar terciptalah keadilan, keamanan, dan ketertiban. Hukum penting untuk menciptakan rasa aman dan nyaman. Dan, hukum juga penting untuk menjaga keseimbangan kepentingan masyarakat, sehingga semua orang dapat merasakan keadilan.
Ini idealnya. Tetapi kenyataan di republik ini justru berbanding terbalik dengan yang seharusnya terjadi. Masyarakat kita masih sangat jauh dari prinsip-prinsip hukum, karena lebih sering melanggar hukum.
Dan ini sudah dimulai dari para elit di berbagai level kehidupan berbangsa dan bernegara. Peristiwa terakhir adalah  revisi UU Pilkada yang belum lama ini diwacanakan, tetapi pada akhirnya dibatalkan karena mengundang banyak kontroversi serta kritik, karena dianggap melanggar konstitusi.