“Jadi?”
Eli diam. Dia tak bersuara. Matanya memandang ke lantai. Tapi aku tahu dia hanya sedang mempersiapkan kata-kata. Dia hanya menunggu waktu. Sementara Gia hanya memandangi sekitaran ruang guru. Sambil sekali-sekali mengguit lengan Eli. Terdengar suaranya kecil berbisik pada Eli.
“Katakan saja. Ada apa? Sebentar lagi saya masuk ke kelas” Aku memancing agar dia berbicara.
“Begini Pak. Saya mau tanya tentang maksud tulisan Bapak di mading. Saya tidak mengerti”
“Hal apa yang tidak kau pahami Eli?”
“Begini Pak, banyak teman-teman yang mengomentari tulisan itu. Kata meraka...”
“Kata mereka Bapak suka sama Eli” sahut Gia tiba-tiba memotong.
“Apa benar itu Li?” Aku terkejut, namun harus tetap tenang.
Eli berdiam diri dan masih merunduk melihat lantai “Benar Pak”
“Lantas, apa yang ada dipikiran kau sesungguhnya Eli? Itu kata mereka. Saya ingin tahu jawaban dari hasil pikiran mu setelah membaca itu” Aku berusaha tenang dan tetap santai sambil menatap wajah Eli.
“Saya tidak tahu maksudnya Pak. Saya hanya merasa malu karena itu. Teman-teman beranggapan Bapak suka sama Eli” Eli lebih berani dan mulai melihat aku sekali.