Mohon tunggu...
andreaquranimaulana
andreaquranimaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat tertarik dalam dunia cosplay walaupun hal tersebut berbeda jauh dengan jurusan saya

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Dari Gerobak Ke PT: Kisah Sukses Chicken Renggo Di sudut Setiabudhi Bandung

5 Januari 2025   16:51 Diperbarui: 5 Januari 2025   16:51 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Chicken Renggo merupakan salah satu usaha kedai fried chicken yang ada di Bandung. Beralamatkan di Jalan Doktor Setiabudi nomor 3b/169 kedai ini buka dari tahun 2011. Bapak Tahyudin selaku owner, membuka usaha ini ketika melihat peluang di mana saat itu di wilayah tersebut belum ada yang menjual fried chicken. Kemudian ia memikirkan nama yang cocok untuk usahanya tersebut. Ia mengambil nama Chicken Renggo karena terinspirasi dari animasi Rango yang sering ditonton bersama keluarga. 

Awal dari usaha yang dijalani oleh Pak Tahyudin yaitu saat beliau mulai hidup mandiri di tahun 2005. Beliau memulai usaha dengan menjual batagor, singkong keju, jus, dan cireng isi. Di masa itu, Pak Tahyudin meminjam modal kepada temannya dan digunakan dengan sistem bagi hasil. Dari pinjaman tersebut, Pak Tahyudin mengembangkan usahanya sampai sekarang. Modal awal yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 3.000.000,00 kemudian diputarkan sebagian hasilnya untuk kebutuhan hidup dan sebagian untuk pengembangan usaha. Awal usahanya ini hanya mengandalkan gerobak di luar dengan menyediakan 4 meja makan. Setelah munculnya menu Geprek, usaha ini semakin berkembang. Keuntungan yang didapatkan dialokasikan untuk menambah meja. Dari pengembangan tersebut diperkirakan membutuhkan modal sekitar Rp. 50.000.000,00. Untuk kursi yang digunakan dan kitchen set digambar dan dibuat sendiri dari kelebihan rezeki yang didapatkan. Tempat yang digunakan pun merupakan tempat sendiri dan bukan sewaan.

Usaha ini melihat target pasar dari wilayah yang ditempatinya. Karena di wilayah ini berdekatan dengan Universitas Pendidikan Indonesia, owner menargetkan konsumen pada mahasiswa. Ia melihat pasar tersebut sangat potensial karena mahasiswa yang jarang memasak sendiri sedangkan kebutuhan makan yaitu 2 sampai 3 kali dalam sehari, setidaknya dalam satu waktu makan mahasiswa mengkonsumsi Chicken Renggo. Selain itu juga lokasi ini berada di persimpangan masjid yang membuat jamaah masjid dan pekerja kantoran menjadi target pasar selanjutnya. Sebelum wabah Covid-19 pun orang-orang di terminal yang ramai menjadi target usaha ini.

Saat ini Renggo juga tidak hanya bergerak di bidang kuliner, namun sudah mendirikan PT Renggo Star Indonesia. Usaha ini bergerak dibidang advertising. Dan untuk kedepannya Chicken Renggo akan berada di bawah payung PT Renggo Star Indonesia. Selama menjalani usaha ini, tentunya Pak Tahyudin mengalami beberapa tantangan yang diantaranya adalah dimana saat Covid-19 melanda, yang mengharuskan untuk Lockdown di beberapa waktu tertentu. di saat Covid-19 melanda, Pak Tahyudin mengalami penurunan omset serta membatasi dalam memproduksi ayam goreng. Dalam mengikuti trend pasar, Pak Tahyudin mulai beradaptasi dengan kebiasaan konsumen, terlebih lagi disaat Covid-19, jasa kirim online semakin melesat dikarenakan kebijakan baru. Dalam mengatasi persaingan usaha, Pak Tahyudin menggunakan kualitas, rasa dan varian menu untuk menarik konsumen. terlebih, ia selalu memasang poster di daerah Ledeng dan terminal, di tempat tempat yang strategis. ia juga terkadang memberikan promo di hari hari tertentu. 

Sistem produksi Chicken Renggo menerapkan standarisasi yang ketat, dimulai dari seleksi bahan baku hingga proses pengolahan. Siklus produksi membutuhkan waktu minimal dua jam, meliputi tahapan marinasi selama 90 menit dan proses penggorengan 20 menit dengan pengaturan suhu bertingkat. Tantangan utama dalam produksi terletak pada pengadaan bahan baku, khususnya ayam dengan spesifikasi bobot satu kilogram per ekor, yang diatasi melalui kemitraan dengan pemasok tetap. Efisiensi biaya bahan pendukung seperti bumbu marinasi dicapai melalui pembelian dalam jumlah besar melalui platform daring.

Perkembangan usaha tercermin dari pertumbuhan tenaga kerja, dari awalnya dikelola sendiri hingga kini mempekerjakan tiga karyawan yang menangani seluruh rantai operasional. Strategi pemasaran mengkombinasikan metode konvensional seperti pemasangan poster di lokasi strategis dengan pemanfaatan media sosial (WhatsApp dan Instagram) serta platform digital YouTube. Program promosi meliputi pemberian diskon, voucher, dan partisipasi dalam kegiatan sponsorship.

Dari segi kinerja finansial, sebelum pandemi Covid-19, omset usaha mencapai Rp 4.000.000 per hari termasuk penjualan produk sampingan. Saat ini, volume penjualan ayam mencapai lebih dari 100 potong per hari dengan omset Rp 1.000.000 - 2.000.000 dan marjin keuntungan 35-45%. Diversifikasi pendapatan melalui penjualan cireng sebagai reseller mencapai 300-500 unit per hari. Perkembangan terkini menunjukkan transformasi signifikan dengan pendirian PT Renggo Star Indonesia yang bergerak di bidang periklanan. Rencana pengintegrasian Chicken Renggo ke dalam struktur korporasi ini menandai evolusi dari usaha kuliner skala kecil menuju entitas bisnis yang lebih terstruktur.

Keberhasilan usaha ini tidak terlepas dari pemilihan lokasi strategis di sekitar Universitas Pendidikan Indonesia, area ibadah, dan kawasan perkantoran. Segmentasi pasar yang jelas, terutama mahasiswa dengan pola konsumsi yang teratur, memberikan basis pelanggan yang stabil. Adaptabilitas terhadap perubahan pasar, terutama selama pandemi, serta konsistensi dalam kualitas produk dan layanan menjadi faktor kunci keberlanjutan usaha ini.

Kisah Pak Tahyudin dengan Chicken Renggo ini benar-benar menunjukkan bagaimana sebuah usaha kecil bisa bertransformasi jadi lebih besar. Mulai dari modal Rp 3.000.000 sampai akhirnya bisa mendirikan PT Renggo Star Indonesia, perjalanan beliau membuktikan kalau konsistensi, kemampuan beradaptasi, dan pemahaman pasar yang baik itu kunci sukses di dunia kuliner. Yang menarik, bahkan saat pandemi melanda, Pak Tahyudin bisa terus bertahan dengan terus berinovasi dan menjaga kualitas makanannya. Bagaimana beliau membangun Chicken Renggo dari gerobak sederhana sampai jadi bisnis yang lebih besar ini bisa jadi inspirasi buat pelaku usaha kuliner lainnya, terutama soal pentingnya punya rencana yang matang, mengelola usaha dengan efisien, dan pandai membaca perubahan pasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun