Sibuk mengurusi urusan teknis bahkan urusan desain rumah murah, Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz, menuai kritikan dari berbagai kalangan. Bahkan Mantan Menteri Perumahan Rakyat era Orde Baru, Cosmas Batubara -pun angkat bicara. Menurutnya, posisi Menpera bukanlah tukang bangunan yang sibuk mengurusi desain hingga teknis pembangunan rumah belaka.
“Tugas utama Menpera adalah membangun dan tetap menjaga jalur koordinasi dengan seluruh lembaga perumahan seperti Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, perbankan, pengembang dan kalangan perguruan tinggi” ujar Cosmas pada acara Seminar Nasional dengan tema ”Menyikapi Arah Kebijakan Perumahan Nasional“ yang diselenggarakan Indonesia Property Watch (IPW) bekerja sama dengan Majalah Property&Bank dan didukung oleh the HUD Institute dan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) Kamis, (8/3) di Jakarta.
Lebih lanjut Cosmas mengungkapkan, Kebijakan pembangunan perumahan rakyat saat ini tidak lagi on the track atau sudah jauh keluar dari jalur yang benar. “harapan saya, pemerintah kembali pada tujuan utama pembentukan kementerian ini yakni mengurangi angka backlog dengan merangkul semua pemangku kepentingan di bidang perumaha. Tanggungjawab terpenting Kemenpera adalah menjaga stabilitas pasokan dari pengembang dan membantu daya beli masyarakat lewat skema pembiayaan dan kebijakan realistis,” imbuhnya.
Selain itu, Menteri Perumahan Rakyat di era 1978-1993 juga mengkritik kebijakan menpera yang melarang pembangunan rumah dengan ukuran di bawah 36 meter persegi. “Rumah tipe 36 memang paling ideal, namun dengan tingkat kemampuan masyarakat Indonesia yang masih rendah, pemerintah seharusnya tidak kaku menerapkan pembatasan tersebut. Konsep rumah tumbuh dengan ukuran luas bangunan di bawah 36 meter persegi sepatutnya masih bisa dibangun, dengan menerapkan luas kavling tanah yang lebih luas untuk pengembangan bangunan rumah.
“Dulu kita bersama WHO pernah menerapkan konsep rumah tumbuh dengan luas bangunan di bawah 36 meter persegi. Pertimbangannya adalah rumah itu nanti bisa dikembangkan karena sisa tanahnya masih ada, dan harganya terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah,”pungkasnya.(zalhanif@propertykita.com)
Sumber: PropertyKita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H