Mohon tunggu...
Andrea Juliand
Andrea Juliand Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis kemarin sore

ESTJ | Untukmu yang Berani Melepaskan, 2019 | Yang Terlupakan, 2018 | Mikayla, 2017 | Putus, Ya Terus? 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenapa Harus Ditembak Mati?

2 Mei 2015   23:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah salah satu orang yang ngga setuju dengen kebijakan pemerintah untuk menembak mati para pengedar narkoba. Buat apa? Karena biaya yang dikeluarkan negara untuk melakukan hukuman eksekusi mati itu mahal. Saya pernah baca dari media online lain bahwa dibutuhkan biaya senilai 200 juta rupiah untuk menembak satu terdakwa, bisa di cek disini. Itu di Indonesia, bagaimana dengan di luar? Saya pernah googling, di California, sistem hukuman mati per tahunnya memakan biaya sebesar $137 juta atau sekitar 1.7 trilyun rupiah. Sementara sistem untuk menjaga tahanan yang tidak mendapat hukuman mati hanyalah kurang lebih $11 juta. Dengan kata lain, hukuman mati mengeluarkan biaya jauh lebih banyak dari hukuman lainnya (bisa di cek disini) In my humble opinion, sayang banget lho uang negara yang notabene sebagian besar berasal dari pajak habis hanya untuk 'sampah masyarakat' kayak gini.

Menurut saya, cara termudah dan cukup murah untuk mengeksekusi pengedar narkoba itu adalah dengan membuat mereka mati secara overdosis, dengan dipaksa menggunakan barang mereka sendiri, biar disaat akhir hidupnya, mereka tau gimana rasanya sakaw, gimana rasanya saat terasa sakit di seluruh tubuh, kejang-kejang, berkeringat, badan bergetar hebat, mulut berbusa dan kemudian mati dengan menyedihkan. Kalo perlu, selama proses, direkam, di upload ke youtube biar para pengedar narkoba berpikir dua kali untuk mengedarkan barangnya di Indonesia.

Terlihat kejam? Memang, sama seperti apa yang telah mereka lakukan terhadap ribuan atau bahkan jutaan orang yang mati sia-sia di seluruh dunia karena narkoba. Melanggar HAM? Eeww, coba ditanya ke para pengedar narkoba, apakah ketika mereka dengan sukses membuat seseorang masuk penjara, dengan sukses merusak hubungan anak-orang tua, dengan sukses merusak hubungan pertemanan, merusak ekonomi keluarga, dan membunuh pemakai produknya, apakah mereka memikirkan HAM? Hamburger, maksudnya?

Saya juga ngga setuju dengan pandangan yang menyatakan bahwa pengedar narkoba adalah 'korban kemiskinan' dan mereka 'terpaksa' menjual narkoba untuk bertahan hidup. Hey, ada banyak jalan ke Roma, ada banyak cara untuk bertahan hidup. Kalo orang lain yang sama-sama kesulitan secara ekonomi bisa bertahan hidup dengan memilih profesi lain, ntah buka warteg, jualan gorengan, narik ojek, atau jadi kuli bangunan, so, kenapa mereka ngga bisa? Atau sebenarnya pengedar narkoba itu bisa-bisa aja sih tapi mereka ngga mau, karena mereka ingin kaya secara instant? Beside, kalo mereka ingin kaya, coba cek, apakah orang terkaya nomor satu di dunia itu kaya dari hasil berjualan narkoba? Ah, tapi sayang sekali bahwa mereka bukan hanya ingin kaya tetapi juga ingin instant..

I mean, hello its such a common sense! Kamu ngga harus nyoba tai, buat tau rasanya tai! Begitu juga dengan narkoba. Ibaratnya kamu udah diperingatin : Kamu jangan nyoba atau jualan narkoba ya, bisa fatal akibatnya, atau Kamu jangan loncat ke jurang ya, nanti kamu mati. Kalo kamu tetep milih loncat ke jurang atau tetep milih menjual narkoba ya itu pilihanmu, tentu dengan konsekuensi logis yang mesti kamu terima. Kenapa? Karena para pengedar narkoba itu bukan anak kecil yang ngga tau tentang konsekuensi logis dari setiap pilihan yang mereka lakukan.

As we know, hampir semua negara berperang melawan peredaran narkoba tentu dengan hukuman yang beragam, ada yang mengganjar pelakunya dengan hukuman belasan atau puluhan tahun, hukuman seumur hidup, hingga hukuman mati. Hukuman mati itu sendiri dibagi lagi menjadi beberapa jenis eksekusinya : dipenggal seperti di Arab, disuntik mati seperti di Amerika, atau di tembak seperti di Indonesia. They knew it, mereka tau konsekuensinya, so kalo mereka tetap memilih untuk menjadi pengedar narkoba, tentu mereka harus siap dengan resikonya ketika tertangkap.

Bullshit-lah ketika ada yang bilang : Iya, mereka di penjara juga tobat kok, ibadahnya rajin, ramah, dan berperilaku baik. Hell yeah, mereka tobat ya karena ketangkep, kalo ngga ketangkep apakah mereka akan tobat? Mereka rajin ibadah karena ya mau apa lagi coba kalo udah tau nanti bakal ditembak mati, selain tobat? Lucunya, saya pernah membaca berita yang bilang bahwa mereka cinta Indonesia. Coba jelasin ke saya, di bagian mananya mereka cinta dengan Indonesia? Mereka cinta Indonesia tapi mereka merusak generasi muda kita, logikanya gimana coba?

Walaupun saya kurang setuju karena pengedar narkoba harus dihukum mati instead of dibuat mati overdosis pakai barangnya sendiri, saya salut dengan pemerintah. Ini menunjukkan kita bukanlah negara yang bisa diremehkan lagi, bukan negara yang bisa seenaknya diatur oleh negara sebelah yang punya 'standar ganda' dalam melihat hukuman mati. Tiap tahun Amerika, Cina, Arab, dan Iran menjalankan hukuman mati dan negara sebelah diam, anteng adem ayem kayak sayur bayem. Australia marah ketika Amrozi cs melakukan Bom Bali dengan korban tewas terbanyak berasal dari warganya, tapi mereka diam ketika melihat  ada warganya merusak dan membunuh generasi muda Indonesia, melalui narkoba.

I think, its a message, walaupun dengan mematikan pengedar narkoba tidak serta merta memutus dan menghilangkan peredaran narkoba tapi ini adalah pesan yang sangat jelas, jangan main-main dengan Indonesia yang sekarang. Silahkan Australia, silahkan lakukan kampanye untuk Boikot Bali atau silahkan larang wargamu untuk berkunjung ke negara kami, kami tidak peduli, kami tetaplah Indonesia yang ramah dengan siapapun tapi ketika kalian menginjak-injak kami, kami juga bisa tegas.

#SalamIndonesiaRaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun