Saya bukan ahli sejarah ya... .saya hanya menulis cerita yang jarang dibicarakan orang. Penulis sejarah Mojokerto sudah ada.... dan itu bukan saya..
Mojokerto +22......saya berfoto di Stasiun Mojokerto.
Saya ingin bercerita tentang uang yang turun di Stasiun ini untuk membiayai pertempuran 10 Nopember. Intinya....jaman dulu saat berperang dengan jaman sekarang adalah sama.
Orang juga beraktifitas sama, ada yang bekerja, ngantor dan lainnya. Jadiiiiiii...Untuk berperang jelas butuh :
1. Manusia (tentara, dokter, juru masak dan lainnya)
2. Senjata dan perlengkapan perang
3. Uaaaaaaang....
Kok uang? jelas lah....biaya bahan bakar minyak seperti apa...biaya makan... nah itu nanti saya ceritakan.
Saya ingin bercerita jika bulan september 1945 sudah sigap untuk berperang...itu orang jawa timur. Orang Pusat? tidak mau..mereka cenderung menyerah saja dan bekerjasama dengan Inggris yang jelas-jelas memboncengi Belanda.
Nah.....karena di daerah ingin sigap memperkuat diri, hal ini tidak difasilitasi oleh pusat akhirnya.....melucuti  senjata tentara Jepang. padahal Inggris mau datang mengambil senjata tentara Jepang ini. Nah, di Surabaya adalah gudang senjata Jepang terbesar di Asia Tenggara.
Oke ya....senjata sudah punya dan orang-orang mulai dilatih. Uaaaang...itu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan diri.
Adalah Haryo Kecik dan HR Muhammad yang berinisiatif untuk merampok Bank milik Belanda. Satunya De Javasche Bank dan satunya Bank Escompto. Sebelum itu berkonsultasi dulu dengan para ulama.....bagaimana hukumnya?
Ternyata Mbah Hasjim memberikan lampu hijau....ini lah dana yang sangat halal karena ini adalah Ghanimaah alias rampasan perang.
Malang.....De Javasche Bank ada emas berton-ton dalam lantakan 13,5 kg per balok emas sudah dijarah Jepang melalui kapal...keduluan.....lantas?