Mohon tunggu...
FIRITRI
FIRITRI Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Museum Bir Indonesia, Belajar Bagaimana Keberlanjutan Bisnis

8 Oktober 2019   20:20 Diperbarui: 8 Oktober 2019   20:33 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

seperti James Bond, Liga champions dll. Pada sayap kiri ada bar dengan Drought Beer (bir dalam tong) yang siap dituang melalui kran disuguhkan Heineken dan Bintang. Tapi saya tidak minum alkohol walaupun bir hanya 4.5% juga saya penasaran karena mendapatkan cerita kalau di belakang pabrik ini ada bar lagi yang lebih spesial.

Mauuuuu...

Jalanlah saya di area pabrik yang luasnya 52 hektar ini. Tidak panas kok. Tipikal pabrik Belanda semua dihiasi rumput yang hijau dan bersih sejuk. Jalan sekitar 500 meter dengan menikmati pemandangan pabrik yang asri, sampailah saya di Bar yang katanya wow.... namanya sangat membumi dengan kita. Palapa Bar. 

Bar kecil dengan ukuran 1000 meter persegi dengan TV besar untuk karaoke dan keyboard yang dapat dimainkan. Suguhan makanan seperti Mi, Bakso dan lainnya ada di sana serta tentu saja Bir.

Untuk hiasan plafon dipakai tangki bir jaman belanda yang dibelah, warna kusam tembaga membuat kesan indah. Tangki bir impor jaman dulu tahun 1929 dengan bahan kayu oak dan berukirkan cerita tentang bahan baku bir ditempel di sana menambah kesan mewah.

Pada dinding atas banyak emblem kapal asing, saat saya tanya kok bisa ada emblem segitu banyak dijawab mereka saat jaman dulu pabrik bir di jalan Ratna Surabaya ada Palapa Bar juga. Jika ada kapal bersandar kru kapal selalu singgah ke bar dan memberikan souvenir emblem tersebut.

Wah.. saya tidak minum bir tetapi saya diajari menuang bir dari kran bir ke gelas. Gelas harus bersih karena jika tidak maka busa tidak akan muncul. Menuang juga ada tekniknya gelas harus miring dulu baru ditegakkan jika sudah hampir penuh sehingga mendapatkan busa sekitar 2 ruas jari. Dan,... saya gagal menuang dengan baik.

Byur! bir dibuang oleh petugasnya, Saya kaget. Kan Mahal. Lupa, kalau ini adalah pabriknya. DI luar tampak 4 buah Tangki Bir Jernih dengan kapasitas masih-masing 5000 hektoliter. Beberapa kali menuang akhirnya bisa juga.

Saya minum produk halal mereka yang sekarang menjadi PT lain yaitu merk Fairuz rasa nanas dan makan bakso. Begitu keluar balkon seluas 300 meter persegi, waaaah mauuut pemandangannya. 

Hamparan hijau dengan gunung terpampang. Gunung Penanggungan, Arjuno dan Welirang terlihat gagah dan indah. Sayangnya ini musim kemarau yang ada kabut asap. Seandainya ini musim hujan dan hujan baru turun, biasanya kabut hilang dan gunung tersebut lebih jelas.

Mendekati magrib saya segera pulang dengan suenang karena rasa penasaran terhadap bir sudah terjawab. (firitri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun