[caption id="attachment_407624" align="aligncenter" width="300" caption="Tetangga mengambil daun pisang untuk alas nasi liwet"][/caption]
Gerhana bulan yang sedianya di perkirakan terjadi tanggal 4 April 2015 ternyata sudah membuat warga di lingkungan rumah saya mulai melakukan persiapan, khususnya para ibu hamil. Tetangga saya yang kebetulan sedang hamil sudah memesan daun pisang untuk kenduri nasi liwet. Karena kebetulan dikebun belakang rumah saya ditanami banyak pohon pisang .
Ya.. sebagai orang jawa yang beragama islam kami pada beberapa hal memang masih melakukan beberapa kebiasaan turun temurun pada saat tertentu, Misalnya gerhana bulan kali ini. Seperti yang kita ketahui gerhana bulanterjadi saat sebagian atau keseluruhan penampangbulantertutup oleh bayanganbumi. Itu terjadi bila bumi berada di antara matahari  bulan pada satu garis lurus yang sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena terhalangi oleh bumi.
Berikut ini kebiasaan yang dilakukan warga di lingkungan saya ketika terjadi gerhana bulan
- Liwetan bagi ibu hamil
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh ibu hamil ketika terjadi gerhana bulan . Dengan keyakinan bahwa bulan dimakan oleh betara Kala sehingga di takutkan jika anak yang dilahirkan nanti cacat atau bernasib buruk. Wanita hamil dibantu keluarga dan kerabatnya menyiapkan nasi liwet,telur rebus dan sambal. Undangannya pun khusus pada ibu ibu saja. Mereka akan berkumpul dirumah ibu hamil tersebut dan bersama sama memanjatkan doa agar sang jabang bayi terhindar dari mara bahaya dan lahir sempurna. Tetapi sebelum acara santap bersama si ibu hamil akan menggigit pecahan genting ( kereweng ) sambil mengelus perut memanjatkan doa bagi sibayi
2. Anak anak akan bergelantungan di dahan pohon atau tiang.
Untuk yang kebiasaan yang ini biasanyasekarang sudah mulai menjadi bahan gurauan saja. Walaupun  begitu tetap saja orangtua akan menyuruh anak anaknya untuk melihat gerhana sambil melompat dan bergantung pada apapun yang bisa dipakai gelayutan. Dulu ketika saya masih kecil saya suka bergayut di pohon jambu depan rumah saya. Tapi sekarang sudah mulai jarang tanaman besar di pekarangan depan rumah biasanya anak anak loncat loncat sambil berteriak “gelis dukur gelis dukur “ ( cepat tinggi ). Sambil tertawa riang biasanya mereka akan saling berlomba meloncat lebih tinggi dari anak yang lain. Disini yang bisa diambil nilainya adalah orang tua akan menjelaskan pada anak anaknya asal terjadinya gerhana, karena biasanya anak pasti bertanya. Sekalipun di sekolah dan internet ada bacaan untuk itu tapi lebih menyenangkan ketika cerita tersebut di bumbui juga dengan kisah kisah dongeng semacam raksasa pemakan bulan. Itupun kenyataan pada anak anak sekarang sudah paham menganggap lebih pada sekedar kisah dongeng saja.
3. Melaksanakan shalat Khusuf, seiring terjadinya gerhana bulan
Biasanya Shalat ini digelar setelah shalat magrib atau seiringdengan terjadinyagerhana. Sholat yang dilaksanakan secara berjamaah ini adalah memanjatkan doa untuk menghindari dan dijauhkan dari bencana, musibah, kerusakan, kezaliman, serta fitnah.
Mungkin pada beberapa daerah atau perkotaan hal yang demikian sudah mulai luntur. Tetapi apapun tradisi ataupun nilai nilai yang baik bisa di ambil hikmahnya. Kita senantiasa diingatkan bahwa setiap kejadian adalah menunjukkan kebesaran Allah sebagai pencipta alam semesta ini. Hendaknya doa selalu dipanjatkan sebagai bentuk kepasrahan manusia pada Tuhannya.
Mojokerto4/4/2014
[caption id="attachment_407602" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : dok pribadi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H