Mohon tunggu...
Andre Yulio
Andre Yulio Mohon Tunggu... -

Saya Ingin ada yang mengakui saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lubang di Hati

7 April 2014   15:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

LUBANG DI HATI

Semenjak ayah ku sudah pensiun dari kerjanya karena penyakit paru-parunya yang menyebabkan dia cepat kelelahan, Aku sering mendengar orang tua ku bertengkar ibu ku menyalahkan ayah ku karena tidak mau bekerja dan ayah ku bilang“Bukanya aku gak mau kerja tapi tubuh ku udah gak bisa lelah lagi”. Aku adalah anak ke dua dari 3 bersaudara, Kakak ku terlalu cuek dan selalu memikirkan diri sendiri saja. Katika aku dan tamat SMK aku berniat melanjtkan sekolah ku di medan tanpa ada bantuan dari kedua orang tua ku, Aku kemudian mendapatkan pekerjaan di medan dan melanjutkan sekloah ku salah satu STMIK tertua dimedan, Aku adalah orang yang pendiam bukan berarti aku tak memikirkan apa-apa, aku selalu memikirkan kedua orang tua ku, maka itu lah aku ingin membuat orang tua ku bangga kepada ku.

Waktu pun berjalan Sekarang aku sudah semester 4 awal, aku terlalu jarang menghbungi orang tua ku, bukannya aku cuek tapi aku gak mau mereka tau bahwa aku sangat menderita,sampai aku jarang makan, di dalam pikiran ku aku hanya berpikir bagai mana caranya untuk membayar uang ku kuliah ku. Tiba – Tiba, pada malam hari kakak sepupu yang berada di medan menghubungi ku dia bilang bahwa ayah ku sedang berada di medan aku pun terkejut aku langsung berpikir“ada apa ???”, aku pun langsung mendatangi ayah ku, dan ayah ku menceritakan bahwa ayah dan ibu dan ibu sudah bercerai, akupun terdiam membisu. Tak ada yang bisa ku ucapkan lagi, perjuangan ku terasa sia-sia dan menciptakan Lubang di hati ku aku merasa bingung, aku hanya bisa terdiam membisu. Dan rasanya aku ingin mati dan tak ingin memlihat dunia ini lagi, aku menyalahkanTuhan karena menciptakan takdir yang pahit. TAMAT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun