Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tidak Perlu Tempat Sampah di Trotoar Jalan Protokol

22 April 2015   20:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:47 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_412016" align="alignnone" width="600" caption="dokpri"][/caption]

Judul artikel ini memang merupakan kesimpulan saya setelah beberapa waktu mengamati tempat sampah yang tersedia di trotoar jalan protokol ibu kota. Mengamati pun tidak perlu waktu khusus, bukan pula sesuatu yang semula diniatkan, sambil berjalan kaki di sepanjang trotoar untuk sedikitmenghindari terjerumus lebih dalam ke gaya hidup “sedentary”. Tapi memang lama-lama rasa ingin tahu tentang isi tempat sampah di trotoar yang saya lalui muncul juga. Apa salahnya memuaskan rasa ingin tahu. Toh tidak sampai mengais sampah di dalamnya (kalau ada).

Tempat sampah yang saya maksud itu umumnya ada tiga, berjejer rapi pada tonggak yang menyatukan ketiganya. Warnanya merah, kuning dan hijau. Ada juga yang warnanya merah, oranye dan hijau atau yang lain: merah, biru dan oranye. Rata-rata kondisi fisiknya kotor dan berdebu. Beberapa ada yang sudah lenyap dari tonggak tempat sampah itu menempel. Isi tempat sampah tidak peduli itu warna hijau, kuning atau merah yang memang ada maksudnya umumnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Petunjuk yang ada di tempat sampah yang dibedakan warnanya itu juga banyak yang sudah kabur.

Tapi bahkan untuk yang petunjuknya jelas pun seperti warna merah untuk menampung sampah kategori B3 (mengandung racun dan berbahaya) ternyata banyak juga yang diisi daun-daun kering yang berjatuhan hasil bersih-bersih petugas kebersihan, itu kalau kebetulan di sepanjang trotoar ada tumbuh pohon-pohon yang memang sengaja ditanam di atas trotoar.

Awal hingga pertengahan April 2015 ini seorang sahabat kembali berkunjung ke Tokyo. Dari foto-foto yang di-share oleh sahabat ini, saya kembali teringat pengalaman tidak menemukan tempat sampah di sepanjang jalan/trotoar yang saya lalui di Kabukicho. Kabukicho? Ya, justru ingatan saya menjadi jelas karena Kabukicho itu. Ingin tahu Kabukicho itu area seperti apa di Tokyo ? Hmmm…

Memang saya tidak terlalu memperhatikan tentang tempat sampah ini di area lain di Tokyo yang saya sempat lalui dengan jalan kaki waktu itu. Tapi cuma untuk membuang sisa tissue basah untuk membersihkan wajah saja akhirnya saya urungkan (karena tak tampak tempat sampah umum), sampai lupa dan baru ketika kembali ke hotel di saku celana saya ada tissue basah yang sudah kering itu.

Pernah dulu, ketika bekerja di sebuah perusahaan PMA Jepang, atasan saya yang orang Jepang itu bertanya: “Memang lazimkah kalau petugas cleaning service yang digunakan oleh perusahaan sampai lebih dari dua kali sehari bolak-balik memeriksa dan membersihkan isi tempat sampah di area kantor ?” Tentu saja hal itu berlebihan jawab saya. Seharusnya general affairs kantor yang menangani hal itu paham. Cukup ketika jam kerja berakhir untuk memeriksa dan membersihkan tempat sampah di area kantor. Apalagi itu perusahaan Jepang yang sangat disiplin dengan metodologi 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, dan shitsuke). Nah, itu tentang kantor.

Hampir di sepanjang jalan protokol Jakarta, kiri-kanannya bercokol gedung-gedung perkantoran megah. Yakinlah gedung-gedung perkantoran ini tahu benar bagaimana menangani sampah yang berasal dari dalam gedung. Namun sayang kalau pemandangan gedung megah tersebut di depannya, persisnya di trotoar menyembul tiga serangkai tempat sampah umum yang kotor dan berdebu. Yang menjadi menarik adalah orang yang lalu-lalang di sepanjang trotoar jalan protokol. Umumnya mereka ini juga pedestrian yang bekerja di gedung-gedung perkantoran. Cobalah sekali-sekali amati perilaku mereka, berapa banyak sih yang memiliki perilaku buruk membuang sampah sembarangan di trotoar jalan protokol ? Umumnya pedestrian ini tidak menghabiskan waktu banyak di trotoar (apalagi dengan membuang sampah sembarangan) yang beberapa tahun belakangan ini dilengkapi dengan bangku Pak Jokowi itu. Dari segi biaya dan manfaatnya, saya tidak melihat banyak manfaat dipasangnya tempat sampah di sepanjang trotoar jalan protokol tersebut. Lagi pula petugas kebersihan rutin menyapu jalan dan trotoar jalan protokol. Angkut saja langsung selepas membersihkan.

Berbeda halnya dengan penyediaan tempat sampah di sepanjang trotoar jalan protokol di Jakarta, justru saya melihat tempat sampah dan mendidik masyarakat menangani sampah di daerah pemukiman penduduk jauh lebih penting untuk Jakarta. Bagaimana tidak ? Ini contohnya sekitar 5 bulan lalu, bahkan di lokasi proyek “Jakarta Urgent Flood Mitigation – dredging of Cideng – Thamrin drains”, hampir seminggu (kebetulan lewat) saya amati waktu itu, kesannya sampah yang berbau itu tidak bergeming.

1429708512822699140
1429708512822699140
dokpri - proyek Jakarta Urgent Flood Mitigation - dredging of Cideng  Thamrin drains

Kesannya ? Ya tidak berani juga menyimpulkan pasti tidak bergeming karena di lokasi yang berbeda, di sekitar kali Grogol, pernah ketika ada masyarakat yang protes dengan sampah yang menumpuk, komentar petugas adalah bahwa justru itu sampah baru yang akan segera diangkut.

Mungkin cukup pantas juga kalau beberapa waktu lalu ada komentar yang sedap dari Bu Risma, tentang Jakarta walaupun tidak khusus topiknya tentang sampah atau tempat sampah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun