Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Supply Chain Management, Kunci Multiplier Effect Industri Hulu Migas bagi Perekonomian Nasional

30 Maret 2015   13:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427697609952039760

Supply Chain Management bukanlah konsep baru muncul yang kerap disinggung dalam tata kelola perusahaan yang baik.Konsep ini berkembang dengan pesat pada era 1980-an tatkala banyak perusahaan memandang pentingnya relasi yang sifatnya berkolaborasi, baik secara internal maupun secara eksternal perusahaan. Terlalu sempit pembahasan tentang Supply Chain Management apabila hanya sekadar menggantikan konsep kerja sama antara pemasok barang dan jasa atau sekadar menggambarkan fungsi logistik.

Supply Chain adalah suatu konsep yang melibatkan aliran material, informasi dan uang dalam sebuah rangkaian perusahaan-perusahaan yang bekerja sama untuk membuat dan menyalurkan barang atau jasa kepada konsumen akhir.

Dalam industri hulu migas di Indonesia, supply chain atau lazim disebut rantai suplai adalah kegiatan penyediaan dan pendayagunaan barang dan jasa yang mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atau pengawasan kegiatan pengadaan barang dan jasa, pengelolaan aset, kepabeanan dan pengelolaan proyek, termasuk manajemen penyedia barang dan jasa, pendayagunaan produksi dan kompetensi dalam negeri serta pengendalian dan penyelesaian perselisihan.

Demikian luas dan vital rantai suplai industri hulu migas di Indonesia disebabkan amanat Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi yang melahirkan pola kerja sama dan bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Sudah menjadi sifat bisnis hulu migas, jika investasi yang dikeluarkan oleh KKKS sangat besar jumlahnya. Nilai investasi yang sangat besar jumlahnya ini di satu pihak jika harus ditanggung melalui APBN tentu dapat menimbulkan opportunity cost bagi Pemerintah untuk menjamin pembangunan infrastruktur jangka panjang yang mendukung perekonomian nasional. Belum lagi potensi kerugian yang mungkin saja dialami karena hasil eksplorasi akhirnya menyimpulkan tidak layaknya suatu lokasi migas dikelola secara ekonomis. Dengan pola bagi hasil yang selama ini dijalankan antara Pemerintah dan KKKS, maka semua biaya (cost) yang ditanggung oleh KKKS hanya mungkin diganti bila cadangan migas yang ditemukan sudah dapat menghasilkan. Dalam perjalanan waktu memang banyak perdebatan yang timbul karena salah paham tentang mekanisme penggantian semacam ini walaupun dalam ketentuan yang telah disepakati antara Pemerintah dan KKKS sudah sangat jelas mekanismenya.

Industri hulu migas di satu pihak adalah salah satu industri yang diharapkan dapat menghasilkan pendapatan negara, di lain pihak juga mengandung potensi cost recovery atau penggantian biaya yang belum efisien dan efektif, bila tidak dikelola dengan baik. Hal inilah yang menjadi fokus tata kelola rantai suplai yang baik. SKK Migas sebagai satuan kerja yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia untuk menangani pelaksanaan kegiatan hulu migas pada dasarnya sudah memiliki tata kerja yang menjadi pedoman bagi pengelolaan rantai suplai KKKS berikut pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang terus ditinjau dan diperbaharui (terakhir telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala SKK Migastanggal 27 Januari 2015 lalu).

Masalah cost recovery adalah satu hal. Dengan tata kelola rantai suplai yang baik, negara juga mengharapkan industri hulu migas dapat berkontribusi menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian nasional. Bagaimana caranya ?

Salah satu hal yang diharapkan dengan tata kelola rantai suplai yang baik dalam industri hulu migas adalah melalui peningkatan kapasitas nasional dengan memanfaatkan produk dalam negeri sebagai penunjang kegiatan operasional di industri hulu migas. Hal ini dikenal sebagai Tingkat Kandungan/Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dari data yang dipaparkan oleh SKK Migas hingga 10 Desember 2014, dalam jangka waktu dua tahun terakhir (2013 dan 2014) TKDN mencapai tidak kurang dari 54% (cost basis).Nilai seluruh komitmen pengadaan barang dan jasa Januari hingga November 2014 (baik yang dilakukan melalui persetujuan SKK Migas maupun diadakan oleh KKKS sendiri) adalah sebesar US$ 16,33 miliar.

Dengan meningkatnya komitmen pengadaan barang dan jasa, maka diharapkan juga TKDN dapat meningkat. Tren yang ada pada saat ini memang memperlihatkan bahwa TKDN tersebut belum begitu stabil. Antara tahun 2010 hingga 2012 misalnya TKDN dapat mencapai tidak kurang dari 60%.

Dalam pemaparan yang diberikan SKK Migas, masyarakat juga dapat secara transparan melihat komposisi pengadaan barang dan jasa. Data dari tahun 2006 hingga November 2014 memperlihatkan bahwa komposisi pengadaan jasa masih jauh di atas pengadaan barang. Padahal bila ingin mengembangkan rantai suplai yang memiliki efek jangka panjang bagi perekonomian nasional, seharusnya fokus kepada meningkatnya belanja barang dari dalam negeri ini semakin ditingkatkan. Fokus ke arah ini diharapkan dapat menumbuhkan basis-basis produksi/manufaktur barang dalam negeri untuk menunjang industri hulu migas. Lebih jauh tentu saja akan dapat membantu mengurangi impor dan sekaligus memperkuat posisi Rupiah. Nah inilah salah satu entry point dari “Indonesia SCM Summit 2015 - Upstream Oil and Gas Industry” yang akandiselenggarakan di Jakarta pada tanggal 14-16 April 2015 mendatang.

[caption id="attachment_358115" align="aligncenter" width="515" caption="www.scmsummit.co.id"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun