[caption id="attachment_401233" align="aligncenter" width="485" caption="Ilustrasi/kompasiana(kompas.com/ask.fm)"][/caption]
Ada masanya ketika surat-menyurat dulu begitu hangatnya dalam suatu tradisi, satu hal baik yang tak lupa disertakan dalam penutup surat adalah singkatan D.V. . Singkatan yang pernah sangat populer, namun seiring dengan berjalannya waktu, jadi hampir lenyap dari peredaran.
Pernah saya tuliskan dalam satu artikel saya pada bulan November 2014 lalu, mantan atasan saya yang pernah berkata jika seorang Financial Controller mau disebut sukses, maka anggaran/budget yang telah direncanakan sedemikian rupa haruslah dapat direalisasikan. Dalam budaya kerja di banyak perusahaan saat ini, baik perusahaan lokal maupun multinasional sudah lazim pula pengusaha, pimpinan perusahaan dan karyawan berhadapan dengan tenggang waktu penyelesaian pekerjaan, penjualan, pertemuan dan berbagai macam hal lainnya yang menuntut komitmen tertentu. Istilah keren yang hidup itu hampir segala sesuatu baik terkait dengan pelanggan eksternal maupun internal, semuanya menuntut adanya SLA, Service Level Agreement katanya.
“Jadi kapan laporannya dapat saya terima ?”
“Kapan barangnya dapat dikirim ke perusahaan kami ?”
“Jam 4 sore tepat pertemuannya dimulai, tidak pakai jam karet !”
Tentu saja akan sangat mencengangkan kalau 3 respons atas 3 skenario di atas adalah sebagai berikut:
“Jadi kapan laporannya dapat saya terima ?” D.V., tanggal 17 Maret 2015 pak…
“Kapan barangnya dapat dikirim ke perusahaan kami ?” D.V., besok pagi sudah tiba di perusahaan ibu…
“Jam 4 sore tepat pertemuannya dimulai, tidak pakai jam karet !” D.V., saya akan hadir tepat waktu.
Apa sih pakai D.V. segala ? Memang kenapa pakai-pakai D.V.?
D.V. , singkatan yang hampir lenyap dari peredaran itu berasal dari frasa Deo Volente (God Willing). Oh, kalau begitu seharusnya tidak membuat heran, apalagi jika orang menemukan kesejukan itu pada iklim kerja di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tapi apa iya begitu ya. Coba saja sekarang respons pakai D.V.:
“Jadi kapan laporannya dapat saya terima ?” D.V., tanggal 17 Maret 2015 pak…
“Apa itu D.V. ? Deo Volente pak, kalau Tuhan berkenan maka tanggal 17 Maret 2015, laporannya sudah siap pak.
“Nak, begini ya Tuhan tahu, kamu itu bisa mengerjakan laporan itu lebih cepat dari itu ! Tanggal 10 siap ya ! D.V. pak…tanggal 10 siap…
Akan lebih mengherankan lagi bagi yang menerima respons D.V., jika memang mereka tidak memiliki tradisi atau budaya yang demikian. Jadi percuma saja membawa-bawa D.V. bukan ? Toh mereka tidak akan mau tahu itu D.V. atau bukan, yang penting tuh laporan siap saja sesuai SLA. Jangan berkecil hati, tidak masalah, tetap sebutkan dalam hati.
Di Indonesia, frasa latin seperti Deo Volente ini tidaklah begitu umum dikenal walaupun cukup akrab dengan keseharian masyarakatnya yang majemuk. Akrab ? Tentu saja pembaca tahu itu.
Now listen, you who say, “Today or tomorrow we will go to this or that city, spend a year there, carry on business and make money.” Why, you do not even know what will happen tomorrow. What is your life? You are a mist that appears for a little while and then vanishes. Instead, you ought to say, “If it is the Lord’s will, we will live and do this or that.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H