If my time has come
I don't want anyone to beg
Not even you
I don't need that sniveling!
I'm but a wild animal
Exiled even from his own group
Even if bullets pierce my skin
I will still enrage and attack
Wounds and poison I'll take running
Running
Until the pain leaves
And I will care even less
I want to live a thousand more years
Adalah Hans Pijl, fasilitator yang mengawali kelas terbatas yang saya ikuti dengan materi treaty interpretation Rabu (24/08/2016) lalu. Hans, demikian kami memanggilnya, memang seorang pakar di bidang perpajakan/hukum pajak internasional. Rupanya Hans bukan saja pakar di bidang tersebut, tetapi juga secara akademis adalah master di bidang linguistik.
Soal interpretasi perjanjian dalam ruang lingkup hukum internasional, bagi Hans tidak ubahnya sebagai upaya memahami sebuah puisi. Bahkan sebuah puisi yang ditulis dalam bahasa asing sekalipun pada akhirnya dapat dipahami dan dinikmati jika diinterpretasikan dengan tepat secara gramatikal, sistematis dan sesuai tujuan/konteksnya.Maka tidak heran jika sebagai pengantar ke materi Hans membuka isi puisi dinding nomor 31 di Leiden itu.
Leiden adalah salah satu kota di Belanda. Leiden itu kota kecil saja kalau dibandingkan dengan Jakarta. Luas daratan Jakarta saja bisa mencapai 30 kali luas Leiden. Tapi Leiden memang memiliki ciri khas tersendiri dengan mural berupa puisi pada bangunan-bangunan yang terdapat di kota itu. Saya memang pernah membaca bagaimana puisi karya Chairil Anwar yang berjudul “Aku” diabadikan pada salah satu dinding bangunan di Leiden pada beberapa blog pribadi.
Karya Chairil Anwar tersebut tercatat sebagai puisi nomor 31 dan merupakan salah satu dari 101 karya puisi dari berbagai negara yang diabadikan di berbagai lokasi di kota Leiden. Saya coba telusuri ke situs online muurgedichten.nl untuk lebih memastikannya. Puisi dinding “Aku” itu terdapat pada lokasi bangunan di Kernstraat 17a (dinding samping) kota Leiden dan sudah resmi berada di situ sejak 17 Agustus 1995. Sementara proyek puisi dinding ini sendiri dimulai sejak tahun 1992, dengan diawali pengabadian sebuah puisi karya pujangga Rusia, Marina Tsvetajeva dan diakhiri pada tahun 2005 dengan sebuah karya pujangga Spanyol, Garcia Lorca yang berjudul De Profundis. Informasi terakhir, konon dari pihak promotor akan melanjutkan lagi proyek tersebut.