Semenanjung Sinai adalah bagian Asia dari Mesir. Itulah yang menjadi salah satu keunikan Mesir. Ada lebih dari 90 persen wilayah Mesir berada di benua Afrika dan kurang dari 10 persen sisanya adalah Semenanjung Sinai yang berada di benua Asia. Pagi itu jalan raya di Kairo masih terbilang sepi. Sangat mungkin karena masih suasana Idul Fitri. Bus wisata yang membawa rombongan kami yang terdiri dari 13 orang dan 2 tour guide setempat melenggang santai keluar dari Kairo menuju Terusan Suez.
[caption id="attachment_319088" align="aligncenter" width="450" caption="touregypt.net - Sinai"][/caption]
Hampir pukul 10.00 waktu setempat kami berhenti sejenak di Ahmed Hamdi rest area. Rest area ini berlokasi tidak jauh dari terowongan Ahmed Hamdi yang berada tepat di bawah Terusan Suez yang menghubungkan antara Laut Merah dan Laut Mediterania. Para pedagang yang berada di rest area ini rupanya cukup mengenal turis asal Indonesia, maka tidak heran kalau lagu jadul “Madu dan Racun” berkumandang nyaring di sekitar toilet umum rest area tersebut, walaupun kami tidak melihat rombongan dari Indonesia lainnya selain kami. Setelah beristirahat sejenak, perjalanan melalui terowongan bawah terusan tersebut dilanjutkan. Dalam waktu kurang lebih 5 menit setelah memasuki terowongan…dan akhirnya kami sudah menginjak benua Asia. Di kiri dan kanan jalan tampak bukit tandus dan beberapa pos tentara Mesir dilengkapi dengan persenjataan. Seperti biasa, peringatan berulang-ulang kepada kami agar tidak mengambil foto dan tidak mengaktifkan kamera serta handycam di setiap check-point pos polisi/tentara ataupun perbatasan.
Seingatku, tidak kurang dari satu pos polisi dan dua pos militer kami lalui selepas keluar dari terowongan Ahmed Hamdi menuju Abu Zenima. Beberapa menit perjalanan setelah keluar dari terowongan ada wilayah yang dipercaya sebagai lokasi sumur mata air Musa (Ayun Musa). Tentang hal ini mungkin banyak yang sudah tahu kisahnya ketika Nabi Musa memimpin eksodus bangsa Israel dari Mesir. Inilah lokasi yang dipercaya sebagai tempat pertama perhentian bangsa Israel selepas menyeberang Laut Merah pada zaman Nabi tersebut. Kami berhenti sejenak di Ayun Musa. Waktu menunjukkan sekitar pukul 11.30 waktu setempat setelah melalui check-point pertama, bus kami menepi ke pinggir jalan hingga pukul 12.00. Menurut informasi yang kami terima hal tersebut biasa dilakukan untuk alasan keamanan di semenanjung Sinai menyusuri jalan raya tepi Laut Merah yang menghadap ke teluk Suez hingga ke Abu Zenima. Ada beberapa situs yang dipercaya secara alkitabiah terkait dengan eksodus besar dari Mesir di jalur yang kami lalui hingga ke Abu Zenima, antara lain: Elim. Perjalanan menyusuri jalan raya menuju Abu Zenima membuat mengantuk karena pemandangan di kanan adalah Laut Merah dan di kiri jalan dominan dengan gurun.
[caption id="attachment_319084" align="aligncenter" width="450" caption="Dokumen Pribadi : Ayun Musa"]
Dari awal perjalanan menuju St. Catherine di Sinai, kami juga sudah diingatkan bahwa kami akan melalui jalur yang tak lazim dilalui wisatawan. Untuk alasan keamanan, bus yang mengangkut wisatawan menuju St. Catherine biasanya memutar dari bagian atas wilayah semenanjung Sinai yang tentu saja memakan waktu tempuh lebih lama daripada jalur menuju selatan yang dulu (sebelum masalah keamanan menjadi sangat penting) biasa dilalui. Dari Kairo yang biasanya memakan waktu 10 jam menuju St. Catherine melalui jalur selatan Sinai bisa bertambah 5 jam lagi jika memutar lewat jalur Sinai yang diijinkan oleh pemerintah saat ini. Karena rombongan kami berjumlah 13 orang saja, akhirnya diputuskan bus bersama supir dan satu orang tour guide akan membawa bus tanpa wisatawan memasuki jalur cepat jalan raya biasa ke St. Catherine. Hal ini diperbolehkan karena bus dalam keadaan kosong wisatawan. Dan rombongan kami diturunkan di daerah yang disebut Abu Zenima. Rombongan dipecah ke dalam dua jeep. Perjalanan melalui jalan raya yang kami lalui berakhir di Abu Zenima. Tidak tampak lagi pemandangan Laut Merah. Dan akhirnya 3 jam kami melaju off-road masuk ke gurun Sinai menuju ke St. Catherine.
[caption id="attachment_319085" align="aligncenter" width="450" caption="Dokumen Pribadi - Ganti kendaraan di Abu Zenima"]
[caption id="attachment_319086" align="aligncenter" width="450" caption="Dokumen Pribadi : Mulai OFF ROAD Abu Zenima - St. Catherine Sinai"]
Dari peta memang terlihat kami memotong jalan raya yang lazim dilalui (jalur warna merah), sehingga kami keluar dari gurun dan mulai masuk kembali ke jalan raya yang telah melampaui titik Wadi Feiran (lihat peta: jalan raya warna merah, berarti kami masuk gurun yang berada dalam segitiga antara Abu Zenima - Serabit - Wadi Feiran, jalur diarsir). Tetap saja bus kosong kami tiba lebih dulu di wilayah St. Catherine karena melalui jalan raya yang mulus. Hampir pukul 06.00 sore ketika kami tiba di Morgenland, sebuah resor di wilayah terdekat dengan St. Catherine, masih ada waktu sekitar 6 jam lagi bagi kami untuk bersantai sebelum memulai perjalanan naik ke puncak Gunung Sinai yang memiliki ketinggian 2.285m di atas permukaan laut. Bayangkan lelahnya kalo kami baru tiba di Morgenland pukul 10.00 malam ? Dan 3 jam off-road di gurun Sinai, pengalaman tak ternilai.
[caption id="attachment_319087" align="aligncenter" width="450" caption="Dokumen Pribadi : Morgenland Hotel, St. Catherine"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H