Selamat tinggal tahun pembinaan wajib pajak 2015 dan selamat datang tahun penegakan hukum 2016. Tahun penegakan hukum memang adalah tema yang diusung oleh Direktorat  Jenderal Pajak pada tahun 2016. Perjuangan sangat berat dilalui untuk mencapai target penerimaan pajak 2015, namun apa daya target belum dapat terpenuhi. Menjelang akhir tahun 2015, Dirjen Pajak, Sigit Priadi Pramudito pun akhirnya memutuskan mengundurkan diri  sebagai bentuk tanggung jawabnya.
[caption caption="print.kompas.com/baca/2015/03/06/Usaha-Mencapai-Target-Penerimaan-Pajak"][/caption]
Di bawah kendali Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi saat ini, target penerimaan pajak pun tidak berkurang. Walaupun Kementerian Keuangan sedang mempertimbangkan untuk melakukan revisi (penurunan target), hingga saat ini target penerimaan pajak masih berada di angka Rp 1.360,2 triliun. Target sebesar Rp 1.360,2 triliun masih mengikutsertakan asumsi adanya penerimaan pajak yang didapatkan dari berlakunya kebijakan tax amnesty. Terlepas dari ada atau tidaknya kebijakan tersebut dan apakah revisi (penurunan target) dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak tahun 2015 yang hanya mencapai sekitar Rp 1.060 triliun, jelas, kerja keras Direktorat Jenderal Pajak menjadi perjuangan tanpa akhir.
[caption caption="katadata.co.id/berita/2015/12/28/rekor-baru-penerimaan-pajak-tembus-rp-1000-triliun#sthash.Vtb4CKCe.dpbs"]
Sementara sangat dipahami tanggung jawab besar yang diemban oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mencapai target penerimaan pajak yang telah ditentukan, tidak menjadi rahasia juga bahwa sengketa di bidang pajak juga semakin merebak. Sengketa di bidang pajak yang dimaksud adalah lebih merupakan perbedaan sudut pandang atau perselisihan antara wajib pajak dengan otoritas pajak. Hal ini lazim muncul disebabkan antara lain karena perbedaan kepentingan antara wajib pajak dan otoritas pajak.
Undang-undang No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak mendefinisikan sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan surat paksa.
Bila melihat lebih jauh ke proses penanganan sengketa pajak ini, maka dapat sangat dipahami bahwa proses sengketa pajak lazimnya memakan waktu yang lama. Pengadilan Pajak  memiliki data tersendiri yang menunjukkan bagaimana tren sengketa pajak ini dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Bukan hanya Direktorat Jenderal Pajak yang harus bekerja keras untuk mencapai target penerimaan pajak.Â
Tren sengketa pajak yang terus meningkat juga merupakan tantangan tersendiri bagi Pengadilan Pajak untuk menuntaskannya secara efektif dan efisien. Hal itu terbukti dari peningkatan berkas yang masuk ke Pengadilan Pajak jauh lebih besar dari jumlah putusan yang dihasilkan antara tahun 2012 – 2014.
[caption caption="www.setpp.depkeu.go.id/Ind/Statistik/StatBerkas.asp"]
[caption caption="www.setpp.depkeu.go.id/Ind/Statistik/StatBerkas.asp"]
Di satu sisi ada beberapa pendapat muncul bahwa target penerimaan pajak yang selalu meningkat, realistis atau tidak realistis, tinggi atau terlalu tinggi telah memicu kekhawatiran wajib pajak akan potensi sengketa pajak yang semakin merebak sekaligus lama penyelesaiannya dan menguras energi. Tak kurang dengan hal yang terjadi pada penghujung tahun 2015 lalu pada empat bank besar yang terhimpun dalam Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA).Â