Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jembatan Gantung Halte Karet

29 November 2014   03:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah gambar dua flyover melintas di atas jalan Jend. Sudirman Jakarta persisnya kalau dilihat sangat dekat dengan gedung perkantoran Sampoerna Strategic.

[caption id="attachment_338479" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri"][/caption]

Flyover yang posisinya lebih tinggi memang cukup baru, memberikan kesempatan bagi pengguna lalu lintas untuk melintas dari arah Karet (Tanah Abang) dan keluar di sekitar Mal Casablanca (Kuningan). Flyover yang lebih rendah, lintasannya lebih pendek, hanya dari Karet Tanah Abang ke Karet Kuningan (arah Mal Ambasador).

Dulu memang ada halte busway yang berdampingan dengan flyover yang lebih rendah. Halte Karet namanya. Namun sejak beberapa bulan lalu Halte Karet digeser ke depan Hotel Meridien. Halte busway tersebut kemudian dihubungkan dengan jembatan penyeberangan sudah cukup tua umurnya. Jembatan penyeberangan ini sekarang menjadi sangat ramai. Tidak seperti dulu ketika belum dihubungkan dengan Halte Karet yang baru. Dulu sebelum ada halte busway yang cukup baru itu, hanya sedikit saja pengguna jembatan penyeberangan tersebut. Biasanya cukup ramai pada pagi hari menjelang masuk kerja dan sore hari ketika pulang kerja tapi tidak ada istilah antrian seperti di foto ini. Kalau dulu aku suka memperhatikan biasanya pagi hari ada pedagang kue jajanan pasar yang berjualan di atas jembatan ini, tapi siang selama jam kerja jembatan sudah sangat sepi. Begitu sepinya, kadang-kadang ada seorang satuan pengaman yang entah apa penugasannya di atas jembatan itu, tapi kuduga adalah satuan pengaman dari salah satu gedung perkantoran. Sisanya adalah satu-dua pengemis yang berharap rezeki di siang yang terik. Sering pula kulihat beberapa petinggi perusahaan didampingi oleh petugas pengamannya menyeberang di jembatan tersebut pada siang hari ketika jalan sedang begitu macetnya.

Sejak halte baru itu terhubung dengan jembatan, pedagang kecil yang mencari nafkah di atas jembatan juga lebih banyak dari dulu. Dagangannya juga bervariasi. Jembatan yang dulu sepi kini menjadi semakin strategis posisinya, ramai sudah pasti. Lama aku sudah tidak menggunakan fasilitas umum tersebut. Hanya saja beberapa minggu belakangan ini ada yang agak mengganggu pikiran. Jembatan ini sangat ramai dengan kaum urban terutama saat pagi menjelang jam masuk kerja, mengantri tertib di atas jembatan sekeluarnya dari halte busway.

[caption id="attachment_338480" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri"]

14171811442093244871
14171811442093244871
[/caption]

“Apakah kamu merasa jembatan ini goyang ?” begitu tanyaku kepada seorang pengguna yang berdiri di belakangku dalam antrian.

“Memang goyang pak…!” begitu katanya.“Emang bapak baru merasakan goyang ? Sudah lama kok begini.” katanya lagi.

“Wah, kamu berani ya ngantri turun dari jembatan ini.” kataku.

“Takut sih…, tapi harus lewat mana lagi ya ? Yang paling dekat kantor memang keluar melalui halte ini.”

Itu percakapan hampir sebulan yang lalu. Jadi memang benar jembatan itu goyang. Bukan cuma aku yang merasakan ketika mengantri turun.

Baru-baru ini, aku tanya lagi kepada seorang pengguna yang antri turun di belakangku. “Jembatannya goyang ya ?”

“Iya memang goyang.” katanya singkat. Aku tersenyum dan berkata padanya:”Aku pikir kepalaku yang sedang pusing.”

Nah, kurang yakin apa ya ? Memang jembatannya goyang walaupun secara fisik tidak seperti jembatan gantung dengan rangkaian tali-temali. Aku memang jarang sih menggunakan jembatan itu. Tapi dulu jembatan itu tidak pernah goyang seperti yang kini kurasakan. Entah karena dulu tidak ada antrian sehingga pengguna yang tetap berjalan mungkin tidak merasakan goyangan. Dan entah karena kini antrian menyebabkan sensitivitas merasakan goyangan menjadi lebih tinggi.

Apakah memang itu sesuatu yang normal ? Apakah itu disebabkan karena ada proyek MRT yang sedang berlangsung tidak jauh dari lokasi ? Atau karena apa ya, karena kadang-kadang juga pernah terasa lantai halte bergetar.

Entahlah, yang kupikirkan hanya keamanan dan keselamatan para pengguna jembatan. Tentu ada yang lebih berwenang dan lebih kompeten untuk memastikan keamanan dan keselamatan para pengguna jembatan itu, karena bagaimanapun itu bukanlah Jembatan Gantung Halte Karet. Dan begini ini bedanya antara menulis di Kompasiana (sampai lebih dari 600 kata) dengan sekadar update status di facebook dengan upload foto jembatannya: “Jembatan Penyeberangan Halte Karet Goyang !”

[caption id="attachment_338481" align="aligncenter" width="600" caption="dokpri - Halte Karet"]

1417181190254878960
1417181190254878960
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun