Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Eva, Kapten Spock, Artificial dan Emotional Intelligence

1 Maret 2015   04:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:20 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14251350121797118282

Dunia baru saja kehilangan aktor legendaris di balik karakter Kapten Spock, salah satu karakter menonjol yang tak asing bagi penggemar film Star Trek. Leonard Nimoy, aktor legendaris pemeran Kapten Spock telah meninggal dunia di California, pada Jumat 27 Februari 2015 waktu setempat dalam usia 83 tahun.

Tidak ada yang abadi di dunia ini, tidak juga bagi aktor sekelas Leonard Nimoy. Namun dunia tetap mengenal karakter Kapten Spock dan selama industri film terus menghasilkan kreativitas yang tiada henti sebagai anugerah abadi imajinasi, maka pahamlah manusia betapa dahsyatnya organ tubuh yang satu itu dalam mengekalkan kreativitas: Otak Manusia ! Tokoh seperti Kapten Spock mau dimatikan berapa kalipun dalam versi film, tidak sulit juga menghidupkannya kembali dalam berbagai versi dan generasi film Star Trek.

Karakter Kapten Spock bagi penggemar film Star Trek bukanlah karakter yang asing. Kapten Spock sendiri dalam film Star Trek digambarkan sebagai tokoh yang separuh Vulcan (dari ayahnya yang adalah duta besar Vulcan untuk Federasi) dan separuh Manusia (dari ibunya). Salah satu ciri khas Vulcan yang melekat pada diri Spock dan disukai oleh Nimoy adalah Vulcan Attitude, postur filosofis dan logika Vulcan yang berlawanan dengan sesuatu yang bergumul dalam diri Spock yang setengah manusia: “Emosi”. Dalam satu episode Star Trek, pernah Nimoy berkata tentang karakter Spock sebagai berikut:

“I knew that we were not playing a man with no emotions, but man who had great pride, who had learned to control his emotions and who would deny that he knew what emotions were. In a way, he was more human than anyone else on the ship.”

Sadar atau tidak sadar banyak hal yang berkaitan dengan dunia Filsafat, Etika, Manajemendan Kepemimpinan tampil dalam film Star Trek. Selain hal-hal tersebut, Star Trek juga sudah lama mengangkat tentang artificial intelligence. Sebut saja karakter “Data”. Data adalah android dengan artificial intelligence yang luar biasa hanya satu saja kelemahannya: tanpa emosi. Hingga akhirnya emotion chip berhasil ditanam pada dirinya, barulah Data dapat merasakan emosi dasar dan imajinasi, aktivitas rekreasi dan sentuhan romantis.

Beberapa film sci-fi selain Star Trek juga banyak mengangkat tema artificial dan emotional intelligence. Sebut saja salah satunyaA.I.Artificial Intelligence (2001). Film yang disutradarai oleh Steven Spielberg ini mengisahkan tentang David (diperankan oleh HJ Osment) yang merupakan robot yang terpaksa dibuang oleh pemiliknya karena dalam situasi kehidupan keluarga pemiliknya terjadi sibling rivalry dengan anakkeluarga tersebut yang baru sembuh dari penyakit yang sangat parah. Dua ribu tahun sesudahnya ketika, kehidupan manusia sudah punah dan bumi diselimuti oleh es yang tebal, hanya robot-robot yang mengalami evolusi kecerdasan yang mampu bertahan dan justru melanjutkan studi tentang manusia. Sebuah film dengan ide yang sangat cemerlang di mana pada akhir kisah dengan teknologi yang sudah sangat maju robot-robot yang mengalami evolusi dalam hal kecerdasan tersebut menghidupkan kembali walaupun dalam waktu yang sangat singkat sosok ibu yang pernah mengabaikan David sebagai robot karena masalah sibling rivalry dan bagaimana akhirnya David dapat memperoleh kasih sayang dari ibunya tersebut walaupun dalam waktu yang sangat singkat. Emosi, luar biasa bukan.

Nah, satu lagi film sci-fi dengan tema artificial dan emotional intelligence yang lama tapi baru adalah “Eva” (2011) sudah cukup lama bukan release-nya. Eva adalah film yang berasal dari Spanyol, bahasa yang digunakan pun asalnya adalah bahasa Spanyol. Film ini mengambil setting tahun 2041, ketika manusia sudah hidup berdampingan dengan mesin-mesin artificial intelligence. Mengapa menjadi baru ? Karena akhirnya ada The Weinstein Company yang membawa film tersebut untuk ditayangkan di beberapa teater, dan sayang sekali hanya di Amerika pada tanggal 13 Maret 2015 mendatang.

www.imdb.com

Tentang artificial intelligence, umat manusia saat ini sudah melihat sendiri bagaimana pesatnya kemajuan di bidang ini. Dan meminjam istilah Star Trek tentang the last frontier, muncul pertanyaan yang cukup signifikan apakah yang menjadi the last frontier bagi evolusi artificial intelligence sesungguhnya ? Emotional intelligence-kah ?

Lihat juga:

http://blogs.indiewire.com/theplaylist/watch-daniel-bruhl-plays-with-artificial-intelligence-in-trailer-for-eva-20150226

http://www.slashfilm.com/eva-trailer/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun