Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... -

journalist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

SOPIR ISTIMEWA

23 November 2009   05:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:13 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjadi sopir ternyata menyenangkan!

Wahai kaum bapak, apa reaksi Anda ketika pagi tiba harus menunaikan pekerjaan menjadi sopir demi mengantar anak menjalankan tugasnya sebagai pelajar?

Membosankan? Ya, benar. Sebab, setiap kali Anda berjalan selalu melewati jalur yang setiap pagi Anda lalui. Sesekali terjebak oleh kemacetan pagi yang ditimbulkan oleh volume kendaraan pengantar yang bukan main banyaknya. Bagaiana tidak macet jika satu mobil berisi satu pelajar. Menuju satu titik bernama gerbang sekolah yang tentulah menciptakan pemandangan bak bottle neck.Belum lagi bila waktu Anda tak banyak, harus berkejaran dengan bel masuk sekolah berbunyi. Jauh lebih stress ketimbang Anda sendiri pergi ke suatu meeting misalnya. Toh terlambat sedikit tak soal, karena masih bisa ditolerir. Masuk sekolah? Tidak ada toleransi. Rasa salah bakal muncul jika Anda tiba terlambat waktu. Seperti ada dosa mengantarkan anak kita datang terlambat. Dia kena hukuman gara-gara kita kurang trampil mengemudi, menyalip, menikung, dan melewati mobil-mobil lain yang bernasib serupa.

Begitulah menjadi sopir "pribadi" anak memang tak semudah menjadi sopir angkot yang lebih seenak udel karena bebannya hanya diukur oleh setoran rupiah. sementara menjadi sopir anak, bebannya lebih besar lagi. Harga diri anak dipertaruhkan agar tidak kena hukuman.

Tanpa sadar setiap pagi barangkali cara menyetir kita lebih ugal-ugalan, lebih slonong boys ketimbang sopir metromini. Pikiran kita -dalam posisi terdesak oleh bel sekolah- memburu supaya selekas-lekasnya sampai gerbang sekolah.

Risiko berangkat lebih pagi kadang sering kita langgar. Bisa lantaran terlambat bangun, bisa pula karena si anak masih merengek, dan ratusan persoalan lainnya. Akhirnya, terlambat lagi, terlambat lagi.

Begitulah, betapa tekanan saban pagi itu selalu hadir dalam persoalan yang sesungguhnya kecil.

Menjadi sopir pengantar anak, mengapa harus kita lakukan?

Bukan kah lebih aman buat kita sendiri jika menggunakan jasa antar-jemput, meski anak kita harus berdesakan di dalam mobil antar-jemput?

Tidak! Saya mencoba mencari jawaban soal ini, karena selama ini mengantar anak adalah sebuah tugas semata, yang menjemukan. Bahkan jika dihitung secara ekonomis sesungguhnya jauh lebih murah ketika kita memilih menggunakan jasa antar-jemput.Lalu, kenapa saya seperti mendapat "tekanan" di saat pagi?

Ternyata saya salah besar. Mengantar anak bukan semata membawa dia sampai ke sekolah dengan aman, namun lebih dari itu maknanya. Bagi orang-orang yang sibuk, merelakan pada jasa antar-jemput mungkin seperti menjentikkan jari saja, mudah dan membebaskan kita dari tugas. Namun, sejatinya dia telah kehilangan sebuah momentum pagi hari yang sungguh sangat indah. Bahkan jauh lebih indah dibandingkan ketika matahari merangkak naik menunjukkan sinar paginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun