Tadi malam saya kedatangan dua orang sahabat lama dulunya satu kos ketika kami sama-sama kuliah di UGM akhir dekade 80'an. Salah satu sahabat itu orang sekampung saya di Wonosobo dan seorang lagi sahabat dari Temanggung. Mengobrol dan bersilaturahi antar sahabat menjadikan kita lebih bahagia, lebih memperpanjang umur.
Obrolan yang ngalor ngidul mulai dari asap dan masa depan ekonomi bangsa hingga tulisan-tulisan saya di Kompasiana tak luput dari obrolan ringan kami. Rupanya dua sahabat saya itu juga membaca tulisan-tulisan saya hehehe..., meski saya anggap tulisan saya hanya sekedar tulisan sederhanaseorang anak manusia yang merantau ke Ibukota.
Diskusi ringan kami ditemani cemilan-cemilan pisang gorengan dan teh panas yang dimasak oleh istri, tak terasa mulai serius membicarakan tokoh-tokoh lokal mulai dari Risma sang srikandi Surabaya, RJ Lino, dan Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung.
Khusus Totok kita membahasnya berjam-jam, mungkin selama dua jam lebih sampai dua sahabat itu pamit pulang. Entah mengapa saya semakin penasaran siapa Totok itu sebenarnya. Bukankah referensi di berbagai media cetak belum tentu akurat jadi saya tidak percaya begitu saja dengan tulisan wartawan, mengingat jaman sekarang ini masih masuk jaman edan. wartawan jaman sekarang juga dikenal sebagai wartawan "tukang".
Ya betul "tukang", tinggal buat tulisan atas dasar yang memesan, dapat honor lumayan tanpa mikir dampak dari tulisan itu akan mencederai hati orang lain dan keluarganya atau tidak. Wartawan jaman sekarang lebih memikirkan "uang" dari pada integritas nya sebagai katalis informasi masyarakat. Tinggal tulis saja sesuai pesanan yang bayar. Gitu lho...
Kembali lagi ke masalah korupsi, apakah ada jaman sekarang pejabat bahkan PNS rendahan yang paling bersih, coba tunjuk tangannya siapa pejabat dan PNS yang tidakpernah sekalipun korupsi ? Bila ada mohon Kompaisner memberitahukan saya.
Di Jaman edan ini, koruptor sebenarnya adalah mereka-mereka yang memanfaatkan situadi dan kondisi. Oknum-oknum jaksa lah yang merupakan muara akhir dari kasus-kasus korupsi. jadi menurut sahabat saya yang orang Temanggung itu, pada akhirnya pejabat mulai Bupati/Walikota/Gubernur/Menteri, Direksi BUMN semuanya merupakan "sasaran empuk" bagi oknum jaksa.
Akhirnya uang yang dikorup hanya "berpindah-tangan" ke oknum-oknum jaksa. Konsklusinya jaman sekarang merupakan jaman pemerasan oleh banyak oknum jaksa, karenanya percuma pemberantasan korupsi karena dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum, seolah-olah mereka bersih, padahal banyak oknum jaksa merupakan sapu-sapu kotor Republik Indonesia, merekalah koruptor sebenarnya apabila kita teropong melalui ilmu hakekat.
Berbicara Risma, srikandi Surabaya, beliau beruntung karena terlepas dari status "tersangka" yang dengan sangan mudah dilabel oleh polisi Polda Jatim. Apabila tetap jadi tersangka tentu akan "digebukin rame-rame" meminjam istilah sahabat saya itu. Akan diperas dan disembelih oknumoknum di Surabaya. Sebagaimana terjadi pada Totok saat menjadi Bupati Temanggung dulu.
Totok memang tidak seberuntung Risma, dan jadi terpidana apabila tidak punya uang tentu tidak mungkin bebas, karena hakim Indonesia juga masih bermental tukang. Dulu jamannya Senkon dan Karta hingga kini jaman Jokowi Presiden tetap saja mental hakim kita tidak berubah, beruntung saja orang seperti Misalnya Misbhakun yang lolos di upaya hukum Luar Biasa, hingga kini statusnya direhabilitasi.
Sebagai orang yang tetap "eling" serta "waspada"kami bertiga selalu mengedepankan akal sehat dan berfikir waras dalam segala hal. Contohnya pembicaraan kami tentang Totok, mantan Bupati Temanggung itu, yang diam saja meskipun ditulis sejek sejelek-jeleknya oleh wartawan seperti Suara Merdeka dan media cetak lain di Jawa Tengah.