Akhirnya pada hari ini DI ditetapkan secara resmi (officially ) sebagai tersangka Korupsi kasus Payment gateway (PG). Aktivis anti korupsi yang diduga korupsi itu akan dipanggil untuk "digebuki" sebagai tersangka 27 Maret 2015 nanti. DI yang profesor ilmu Hukum UGM itu menjdi PROFESOR Ilmu Hukum pertama dari UGM yang dinyatakan tersangka korupsi. Sebuah rekor bagi UGM setelah Joko Widodo telah menggapai rekor lulusan Fakultas "orang" Hutan pertama yang jadi Presiden RI.
Kini UGM patut pusing dan malu setelah Profesornya/Guru besarnya menyandang sebagai tersangka terpandai, maka boleh dikata gelar S3 dan Guru Besar nanti akan ditambah menjadi :
1. Tersangka sehingga menjadi Prof.DR. Denny Indrayana, SH,TSK atau Prof DR.TSK, Denny Indrayana, SH, BH (Belom Haji)
2. Kemudian setelah dilimpahkan ke penuntut umum akan  menjadi : TDKW Prof.Dr.Denny Indrayana,
3. Apabila dugaan korupsi terbukti maka menjadi TPD Prof.DR.Denny Indrayana atau kalau gak mau menyandang gelar akademiknya, maka menjadi Terpidana/Narapidana DI saja, karena kan gak lucu masak narapidana pakai gelar PROFESOR,
Sedangkan secara analisa tehnisnya, maka unsur-unsur yang muncul setelah dilakukan gelar perkara adalah sbb:
I. Bila ada ijin Menkeu maka menjadi : Penyalahgunaan Wewenang, namun karena tidak ada maka diduga keras unsur yang terpenuhi : Perbuatan Melawan Hukum, karena DIÂ menginstruksikan penunjukan dua vendor payment gateway, yakni PT Nusa Inti Artha dan PT Finnet Indonesia, Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut.
Satu rekening telah dibuka atas nama dua vendor (perusahaan) tersebut. Uang pembayaran itu disetorkan ke rekening vendor, inilah yang merupakan perbuatan melawan hukum, meskikemudian disetorkan ke Bendahara Negara. Inilah perbuatan materiil yang dinyatakan menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara. Pelanggaran yang ditemukan juga soal tanggal mundur/backdate. Surat-surat untuk proses PG itu direkayasa dengan tanggal mundur agar kesannya bertahap.
Surat-surat proyek itu dikerjakan dan dikonsep langsung oleh Kasubag Tata Usaha Wamen dan langsung ditodongkan ke Sekjen, tanpa melalui Subag Tata Usaha Sekjen Kemenkumham. Semua dilakukan untuk melayani pihak vendor, disinilah unsur perbuatan melawan hukum dapat terbukti di Pengadilan Tipikor nantinya.
II. Kerugian Negara : Audit BPK Rp.32 Milyar, meski kini konon uang itu telah disetor balik ke kas negara Unsur Kerugian Negara Terpenuhi  dilakukan oleh Vendor !
III. Menguntungkan diri sendiri : Apakah pungutan Rp 605 juta masuk ke kantong DI, bila terbukti menguntungkan diri sendiri. Menguntungkan Orang lain : Rp 32 Milyar + Rp 605 dikorup orang lain ?, maka apabila terbukti maka masuk katagori menguntungkan orang lain.