Mohon tunggu...
Andradika Fasya
Andradika Fasya Mohon Tunggu... Hoteliers - Hotlier yang suka nulis, hidup di Bali dan Brussels.... IG :@andfasya FB: Andadrika Fasya Syamun

hotelier yang suka nulis, hidup di Bali dan Brussels.... IG :@andfasya FB: Andadrika Fasya Syamun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki dari Pesisir

1 Juni 2024   20:00 Diperbarui: 1 Juni 2024   20:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di malam yang cerah seiring sinar bulan memantulkan kilauan perak di atas ombak, Rama duduk sendirian di tepi pantai. Wajahnya terangkat, memandang ke langit yang luas, di mana bintang-bintang bersinar gemerlap seperti permata terpendam. Angin sepoi-sepoi mengusap lembut wajahnya, membawa aroma laut yang akrab dan menggetarkan hatinya dengan kenangan yang menyentuh. Rama merenungkan momen itu dengan rasa syukur yang mendalam. 

Di pantai ini, di mana dia sering berlarian sembari menikmati deburan ombak, tepat di samping sang Ayah, dia menerima berita dari Universitas Ternama di Jakarta, Universitas Indonesia, bahwa dia telah mendapat beasiswa kedokteran untuk mengejar mimpinya di Jakarta. Ayahnya tersenyum bangga, matanya yang tajam mencerminkan kebahagiaan dan harapan yang tak terbatas untuk masa depan putranya.

Ingatan tentang saat itu masih jelas di benak Rama. Setiap detik terasa seperti penghormatan yang diberikan kepada dedikasi dan perjuangan ayahnya, serta dukungan tak terbatas yang telah diberikan kepadanya selama ini. Momen itu, tonggak sejarah dalam perjalanan hidupnya menjadi Dokter, masa depan  yang cerah memancarkan yang menjanjikan.

***

Rama tumbuh di tengah udara yang tercium oleh garam dan melodi irama gelombang. Hidup di pesisir pantai Cigading begitu berat, dengan pasang surut ombak yang menentukan nasib penduduknya. Sejak usia anak-anak, Rama menunjukkan kehausan akan pengetahuan yang tak terpuaskan. Sementara anak-anak lain bermain di tepian dan pesisir pantai, dia mencari kedamaian di halaman buku-buku  yang dibawa ayahnya meminjam di perpustakaan daerah Kota Cilegon.

Rama duduk di samping ayahnya di tepi pantai, mereka menatap ke arah samudra yang luas. Suara deburan ombak menjadi latar belakang percakapan mereka yang hangat.

"Ayah, kalau sekolah dokter itu biayanya mahal ya?," kata Rama tiba-tiba, matanya terpancar antusiasme.

Pak Adi, ayah Rama, mengangguk setuju. "Ya, mahal nak, sekolah dokter hanya buat anak-anak orang beduit atau orang kaya saja.".

Rama mengangguk, menyadari kedalaman kata-kata ayahnya. Rama menyadari, bahwa putra dari seorang nelayan, rasanya tidak mungkin untuk sekolah tinggi sebagai dokter.

Setelah ayahnya berbicara, suasana menjadi hening.

"Kenapa kamu melamun nak,?" tanya Pak Adi membuyarkan lamunan Rama.

"Rama ingin jadi dokter ayah, biar bisa membantu orang miskin yang sakit tidak bayar." .

"Rama. Semangat dan impianmu semoga terwujud ya nak," Pak Adi tersenyum bangga

Keduanya duduk dalam keheningan sejenak, merenungkan makna dari percakapan mereka. Di bawah cahaya rembulan yang lembut, ikatan antara Ayah dan anak, antara laut dan dokter, terasa semakin erat. Mereka tahu bahwa dalam menghadapi gelombang kehidupan, mereka akan selalu memiliki satu sama lain untuk saling mendukung. Meskipun terbatas secara finansial, ayah Rama, Pak Adi, menumbuhkan ambisi anaknya dengan dukungan tak tergoyahkan. 

"Mimpi-mimpimu adalah kompas yang membimbingmu melalui badai kehidupan," begitulah katanya seraya menepuk-nepuk pundak Rama

***

Pak Adi memegang selembaran beasiswa Fakultas Kedokteran dari Dinas Kesehatan, matanya bersinar penuh harapan saat dia menunjukkannya pada Rama yang duduk di sampingnya di tepi pantai.

"Rama, anakku," ucap Pak Adi dengan suara penuh kehangatan.

"Ayah membawa sesuatu yang mungkin bisa menjadi jalan untuk mewujudkan impianmu menjadi dokter."

Rama memandang selembaran tersebut dengan perasaan campuran antara kegembiraan dan keheranan. Dia mengambilnya dengan lembut, tangannya hampir gemetar saat membaca informasi yang tertera.

"Ini...beasiswa untuk pendidikan kedokteran?" tanya Rama, matanya berbinar mencerna setiap kata yang tercetak di atas kertas itu.

"Ya, anakku. Ayah tahu betapa kuatnya keinginanmu untuk belajar menjadi dokter dan membantu orang lain. Mungkin ini adalah kesempatan yang kamu tunggu-tunggu untuk mewujudkan impianmu." Pak Adi mengangguk mantap. 

Rama merasa seperti jantungnya hampir keluar dari dadanya. Selama bertahun-tahun, dia telah merindukan kesempatan untuk mengejar studi idi Fakultas Kedokteran, tetapi keterbatasan finansial keluarganya selalu menjadi rintangan yang sulit diatasi. Sekarang, di hadapannya terbuka peluang yang begitu besar.

"Terima kasih, Ayah," kata Rama dengan suara lirih terdengar. 

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Ini... ini adalah mimpi yang akan menjadi kenyataan bagiku." kata Rama melanjutkan

"Anakku, tak ada yang lebih membuat ayah bahagia daripada melihatmu mencapai impianmu. Ayo, bersiaplah untuk mengejar bintang-bintang yang selama ini telah kamu impikan." Pak Adi tersenyum, tangan kasarnya menepuk punggung Rama dengan penuh kasih sayang. 

Dengan hati yang berdebar-debar, Rama mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk mengajukan beasiswa Fakultas Kedokteran. Setiap detail dokuemnnya diperiksa dengan cermat, setiap informasi diteliti untuk memastikan kebenarannya. Ini adalah langkah awal menuju impian masa depannya yang begitu ditunggu-tunggu.

Setelah semuanya siap, Rama menghadiri  jadwal tes seleksi di Dinas Kesehatan Kota Cilegon. Dia tiba di sana dengan semangat yang berkobar-kobar, siap untuk menantang dirinya sendiri dan membuktikan bahwa dia pantas menerima kesempatan untuk mengejar studi di Fakultas Kedokteran. Di ruang tes, suasana tegang terasa di udara. Namun, Rama mencoba untuk tetap tenang dan fokus. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan penuh keyakinan dari soal-soal test.

Tes berlangsung dengan lancar, dan ketika Rama meninggalkan ruangan, dia merasa lega namun juga tidak sabar menunggu hasilnya. Setiap detik terasa seperti abad, tetapi dia tahu bahwa apa pun hasilnya, dia telah memberikan yang terbaik dari dirinya.

***

Beberapa hari kemudian, sebuah surat datang dari Dinas Kesehatan. Jantung Rama berdegup kencang saat dia membuka amplop itu dan membaca isinya dengan cepat. Dan di dalamnya, ada berita yang membuatnya hampir tak percaya: Dia telah lolos ujian, dan beasiswa untuk belajar di Fakultas Kedokteran

Dan Rama tidak bisa menahan kebahagiaannya yang besar ini. Semua kerja keras dan persiapan yang telah dia lakukan telah membuahkan hasil, dan sekarang, jalan menuju impian masa kecilnya terbuka lebar di depannya. Rama berlari ke tepi pantai mencari ayahnya, lalu menunjukkan hasil kelulusannya. 

Saat Rama menemukan ayahnya di tepi pantai, wajahnya berseri-seri penuh kegembiraan. Dalam genggaman tangannya, ia membawa surat berisi pengumuman kelulusannya. Dengan mata berbinar, ia menyerahkan surat tersebut kepada ayahnya.

Ayahnya membaca surat itu dengan perasaan campuran antara haru dan bangga. Ketika ia menyadari bahwa putranya telah berhasil, air mata kebahagiaan pun tak terbendung lagi. Mereka berdua saling memeluk erat, merayakan pencapaian besar yang telah dicapai oleh Rama. Dalam pelukan itu, terdapat ungkapan rasa syukur yang tak terucapkan.

Dengan rasa syukur yang tak terucapkan, Rama memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Dia siap untuk mengejar ilmu dan mempersiapkan dirinya menjadi seorang dokter, siap untuk memberikan kontribusi bagi kesehatan masyarakat dan mewujudkan impian yang telah lama dia genggam erat di hatinya.

***

Di Jakarta, hari-hari Rama adalah pusaran kuliah, laboratorium, dan jam perkuliahan yang tak berujung. Hutan beton menguji tekadnya, tekadnya tak tergoyahkan seperti tebing granit yang menjaga pantai yang dia cintai.

Saat tahun-tahun berlalu seperti layar kapal yang digerakan  oleh angin sepoi-sepoi, Rama berhasil dalam studinya, mendapatkan penghargaan dari kampusnya tempat kuliah kedokteran. Perjalanan hidupnya adalah bukti dari semangat tak terkalahkan seorang putra nelayan, yang mimpinya melambung lebih tinggi dari camar yang menari- nari di langit. 

Setelah lulus dengan  cum laude, Rama kembali ke kampungnya, kampung nelayan Cigading dengan gelar Dokter.  Rama berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Dia akan tumbuh, dan berkembang menjadi seseorang Dokter yang dapat memberikan kontribusi positif bagi kesehatan masyarakat dan keluarganya.

Bulan-bulan berlalu dan Cigading tetap menjadi tempat di mana Rama menemukan kedamaian sejati. Meskipun kesibukannya sebagai seorang dokter di kota yang jauh dari pantai yang ia cintai, dia selalu kembali ke sana untuk menyegarkan diri dan mengumpulkan kembali kekuatannya.

Ketika tahun-tahun berlalu, Rama tidak hanya menjadi dokter yang disegani di Cigading, tetapi juga menjadi teladan bagi banyak anak muda di sana. Dia membuka jalan bagi mereka yang bercita-cita tinggi tapi memiliki finansial yang terbatas, menunjukkan bahwa dengan tekad dan kerja keras, tidak ada yang tidak mungkin. 

Tetapi di balik semua kesuksesan, Rama tidak pernah melupakan akarnya. Dia masih menyisihkan waktu untuk menemani ayahnya memancing di laut, menikmati momen-momen sederhana bersama keluarga dan teman-temannya di tepi pantai.

Bagi Rama, Cigading adalah rumah, tempat di mana dia belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang dia kenal hari ini. Dan dia tidak pernah melupakan pesan sederhana dari ayahnya namun mendalam yang terpatri di hatinya, bahwa setiap mimpi dapat diwujudkan dengan tekad yang kuat dan dukungan yang tulus dari mereka yang mencintai kita

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun