Siapa yang tidak kenal Jokowi? Kiprahnya sebagai politikus melonjak naik sejak menjadi Walikota Surakarta. Disini, saya lebih suka memanggil beliau Om Wiwi. Saya sendiri mulai “ngeh” akan kiprah Beliau sejak bersilat lidah di media ketika kasus pembangunan mall di Surakarta yang direstui gubernur Jawa Tengah namun urung dilaksanakan karena peran Om Wiwi. Saat itu Om Wiwi berhadapan dengan mantan Pangkostrad yang menyebutnya bodoh karena menolak pembangunan pusat perbelanjaan di lahan bekas pabrik es Saripetojo. Yup, Bibit Waluya yang kala itu menjabat gubernur adalah mantan Pangkostrad. Tidak heran ketika mencalonkan diri sebagai presiden, Om Wiwi tidak canggung lagi berhadapan dengan purnawirawan. Ini beritanya.
Pembaca pasti sudah banyak tahu tentang Om Wiwi. Kalau belum tahu, search engine cukup bermanfaat untuk mencari tahu tentang beliau seperti yang saya lakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ternyata Om Wiwi ternyata sudah dipantau oleh bule-bule di negara adikuasa Amerika sejak 2008. Hal yang membuat Si Om menarik perhatian mereka adalah prestasi Beliau menciptakan kota yang yang tadinya terkesan radikal menjadi surga para turis. “SOLO -- FROM RADICAL HUB TO TOURIST HAVEN”, begitu kawat diplomatik Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Cameron R Hume yang dikirimkan pada 3 November 2008. Kalau tertarik baca lebih lanjut soal ini, klik ini.
Tahun 2005 Om Wiwi menjabat Sebagai Walikota Surakarta, lalu pada tahun 2014 menjadi RI 1. Saya coba iseng mencari informasi tentang Beliau dari grup FB Kagama. Tentu di grup tersebut ada orang-orang yang pernah berinteraksi langsung dengan Om Wiwi menjalani pendidikan di kota pelajar. Ternyata, apa yang ditemukan sama dengan apa yang ditulis dalambuku ini.
Saya gak ingin membahas lebih lanjut soal Om Wiwi. Sekarang Beliau sudah menjadi orang nomor satu di negeri ini. Sorot lampu panggung semua mengarah ke Beliau. Saya justru tertarik mengambil hikmah tentang bagaimana seorang sarjana kehutanan bisa menjadi RI 1. Skenario Tuhan yang kreatif.
Coba kita tengok sedikit ke belakang, yaitu RI1 sebelumnya, Pak SBY. Latar belakang pendidikan Beliau selepas sekolah menengah atas memang membentuknya sebagai pemimpin. Tempaan fisik dan mental bertubi-tubi tentu menjadi bagian yang biasa dalam pendidikan di Akmil. Jejak langkah SBY yang penuh prestasi, baik di Akmil maupun setelah berdinas di TNI menunjukkan kompetensi Beliau. Konon Beliau juga pemegang sabuk hitam, Dan-8 Taekondo. Pemilik sabuk hitam Taekondo tertinggi di Indonesia. Dulu ketika Beliau main ke Akmil, para adik-adik kelasnya sangat mengagumi Beliau. Gak heranlah kalau kualitas seperti itu menjadi RI 1. Dua kali pula.
Teman-teman kuliahan, terutama di UGM tahulah bagaimana suasana kuliah. Sama seperti sekolah SMA biasa, bedanya kalau kuliah pakai sistem SKS, singkatan dari Satuan Kuliah Semester. Satu SKS itu kalau tidak salah 50 menit. Satu mata kuliah rata-rata 2 atau 3. Lebih dari itu akan dibuat mata kuliah lanjutannya. Karakter dosen berbeda-beda. Ada yang disiplin waktu plus absen, ada yang gak peduli urusan itu. Belakangan dibuat aturan minimal kehadiran 75%. Kurang dari itu dianggap tidak memenuhi syarat untuk ujian yang artinya mendapat nilai E. Mengulang mata kuliah bro…
Di luar kuliah, ada teman-teman yang ikut organisasi kampus. Ada organisasi kampus fakultas, ada juga universitas. Organisasi kampus itu macam-macam. Ada yang menekuni olahraga, politik, keagamaan, bahkan ada band kampus segala. Komplitlah sesuai minat dan bakat mahasiswa. Mahasiswa yang hanya fokus kuliah biasanya memiliki nilai optimal, bahkan maksimal, cepat dapat kerja dengan gaji tinggi, plus nama perusahaan yang oke. Fortune 500-lah istilahnya kalau di luar negeri. Di Indonesia, perusahaan seperti itu misalnya Unilever. Dia mencari lulusan perguruan tinggi negeri terkenal dengan IP di atas 3,25 atau 3,5 lupa saya. Perusahaan seperti Astra Internasional sudah merekrut karyawan potensial semenjak mereka belum lulus kuliah pula, standar IP-nya sedikit dibawah Unilever. Para aktivis memiliki nilai biasa-biasa saja, ada juga yang nilainya jeblok ketika menekuni aktivitas diluar kuliah, namun setelah dikirimi “surat cinta dari rektorat”, mereka fokus dan bisa mengejar nilai yang bagus.
Saya memberi ilustrasi kehidupan kampus untuk menjadi perbandingan dengan pendidikan di Akmil. Jelas kalau gemblengan fisik, anak kuliahan kalah dengan akmil, kecuali mahasiswa yang diterima kuliah di sebuah perguruan tinggi karena prestasinya sebagai atlet daerah. Nah, bagaimana proses seorang sarjana kehutanan jadi RI 1 dibandingkan dengan lulusan terbaik akmil menjadi RI 1 kalau dibandingkan itu menarik.
Tulisan ini hanya menjadi ilustrasi bahwa Tuhan itu Maha Asyik. Skenario-Nya unik. Ketika Dia berkehendak, dia tinggal berkata “Kun” yang artinya “jadilah”. Saya hanya tidak membayangkan apa yang ada di benak seorang mahasiswa fakultas kehutanan untuk menjadi RI1, apakah memang sudah direncanakan sejak kecil ketika ditanya cita-citanya, atau bagaimana. Saya terlalu malas mencarinya lagi di search engine.
Selain Om Wiwi, ada nama lain yang popularitasnya luar biasa dalam waktu yang sangat cepat. Jauh lebih cepat daripada Beliau, namanya Florence Sihombing. Bedanya, Om Wiwi populer dengan membangun satu demi satu batu bata menjadi bangunan yang keren, Flo kalau diibaratkan dengan peribahasa Arab adalah mengencingi sumur zamzam. Tentang Flo, tulisan Fandi Sido yang kampret ini luar biasa. Luar biasa banyak pembacanya Masbrooo...
Om Wiwi, entah Beliau rencanakan jadi RI 1 sejak kecil atau tidak, namun apa yang dilakukan Flo jelas tidak direncanakan. Persamaannya, keduanya populer dalam waktu yang “singkat” dan fenomenal. Saya gak membahas lagi tentang Pak SBY, karena apa yang terjadi dalam karir beliau itu “biasa”. Sudah bisa diprediksi sejak dini, seperti Unilever dan Astra Internasional merekrut calon karyawan mereka.
Menjadi populer di jaman ini mudah, terutama dengan adanya sosial media. Apa yang dilakukan untuk cepat populer, kalau menurut Malcolm X dia sebut kegaduhan. Kegaduhan akan menimbulkan perhatian. Perhatian yang besar akan memberi popularitas besar. Tinggal pilih citra apa yang ingin dibentuk dalam perhatian itu. Citra pemimpin yang merakyat seperti Om Wiwi, atau citra seperti yang dimunculkan Flo. Atau mau citra seperti Pak SBY? Boleh.
Asumsi saya, apabila Pak SBY dan Om Wiwi bercita-cita menjadi RI1 sejak kecil mungil, di jaman ini menjadi RI1 bisa “lebih mudah” dan lebih cepat apabila mampu membentuk citra yang baik, tentu sejak awal berkiprah di politik. Jabatan social media manager bisa kok dimanfaatkan untuk membentuk citra yang baik. Jadi wahai para politisi maupun calon politisi, sewalah social media manager untuk membentuk citra dirimu.
S1 dulu saya meneliti tentang presentasi diri, atau bahasa gampangnya “topeng”. Topeng yang kita pakai sehari-hari, apabila digunakan dengan konsisten akan membentuk citra diri yang oke. Topeng terdengar negatif, tapi coba bercermin, tentu kita akan memasang topeng profesional di depan atasan kerja kita, namun memasang topeng yang lain ketika pulang ke rumah dan bertemu anak-istri/suami.
Anda mau jadi RI1? pakailah topeng RI1 sejak kecil. Ajarkan dan latih diri Anda, anak anda atau siapapun menggunakan topeng itu. Terus lakukan hingga topeng itu menjadi citra diri. Citra diri yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk karekter tersendiri. Lebih mudahnya saya menggunakan bahasa Stephen Covey, pikiran yang oke akan membentuk perilaku yang oke, perilaku oke akan membentuk kebiasaaan oke pula. Kebiasaaan oke membentuk karakter menjadi oke. Karakter oke membuat nasib jadi oke. Kata “oke” bisa diganti menjadi RI1. Topeng dibentuk dalam pikiran. Topeng adalah apa yang nampak di luar dan berasal dari pikiran. Pikiran itu, oleh beberapa orang dikristalisasi dan disebut mimpi.
Inti dari tulisan ini, bermimpilah. Apa saja. Kelak orang-orang akan menertawakan mimpimu. Agar tidak ditertawakan, simpan saja dalam pikiran dan visualisasikan setiap hari. Wujudkan dalam bentuk perilaku. Pelajari bagaimana orang-orang besar mewujudkan mimpinya. Rasakan penderitaan mereka. Di jaman sekarang, mewujudkan mimpi rasanya tidak perlu seperti Malcolm X yang kehilangan ayahnya dengan cara tragis, badannya hampir terbelah dua dilindas kereta kuda dan kepalanya hancur oleh peluru, plus ibunya menjadi gila.
Kalau Pak SBY dan Om Wiwi bisa mewujudkan mimpi, itu kalau mereka memang bermimpi lho… kenapa Anda tidak? Jangan takut kalau muka yang jelek, bisa divermak. Repot adalah kalau reputasi yang jelek, sulit ditutupi, apalagi divermak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H