Mohon tunggu...
A. S. Narendra
A. S. Narendra Mohon Tunggu... Administrasi - Tunggu sebentar, tulisan belum selesai diketik...

Jika kau bukan anak raja dan bukan anak Ulama besar, maka menulislah. --Imam Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hilangkan Kebosanan di Tempat Kerja dengan Menulis

28 Agustus 2014   02:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:20 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409143599417694516

[caption id="attachment_355718" align="aligncenter" width="500" caption="yuruinspires.com"][/caption]

Saya bosan…! Ini minggu ketiga saya bekerja di sebuah perusahaan, minggu pertama saya begitu antusias, tetapi seperti orang bodoh karena tidak tahu apa-apa. Minggu kedua saya berusaha keras belajar untuk tidak terlihat bodoh dengan mengikuti ritme kerja dan melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan sebagai seorang karyawan yang baik yaitu mengikuti apa yang diminta atasan. Minggu ketiga saya bertanya pada diri sendiri, apabila apa yang pernah dilakukan sebelumnya tidak menghasilkan hasil yang optimal, mengapa tidak melakukannya dengan cara yang lain, cara yang lebih baik, cara yang lebih cepat, cara yang lebih efisien, cara yang lebih koplak, cara yang gue bangeet… Selesai memikirkan hal tersebut, saya istighfar lalu berkata pada diri saya sendiri “Emangnya gue siape…?” Mari mencari cara lain agar tidak bosan. Menulislah... Ejakulasikan kreativitas itu dalam kata-kata.

***

Orang banyak berpendapat bahwa berpikir kreatif adalah berpikir diluar kotak atau bahasa kerennya thinking out of the box. Pendapat tersebut kuno dan terlihat sekali bahwa orang yang membenarkannya adalah orang yang masih berpikir dalam kotak. Kotak apa? Milik siapa kotak itu? Siapa yang membuat? Kapan dan bagaimana mempergunakan kotak itu? Tentu kotak itu milik pembuatnya, yaitu diri kita. Kotak itu adalah pola pikir kita, asumsi kita, ide-ide kita, pendapat2 kita yang kita rasakan paling benar sejagad raya. Nyatanya?

Mari coba berpikir tanpa kotak. Lupakan siapa kita dan dari mana kita berasal. Lupakan latar belakang pendidikan kita. Lupakan bahwa kita manusia baik lelaki maupun perempuan, dan lain sebagainya. Kalau mau tetap memakai kotak, cobalah menggunakan kotak milik anak kecil yang baru belajar merangkai kalimat dan bertanya tentang segala hal. Lihat saja, kita akan segera bosan dengan apa yang kita temukan. Kita akan segera bertanya tentang hal-hal baru, mencari pengetahuan tentang banyak hal, mencoba-coba ini-itu dan bertanya macam-macam yang mungkin akan dianggap orang aneh. Apa yang kita rasakan kemudian?

“Apa untungnya berpikir tanpa kotak?”. Ini pertanyaan yang akan muncul ketika kita berbicara tentang untung-rugi, cost-benefit, dan semacam itu. Ini sejenis pula dengan pola berpikir bahwa beribadah itu untuk mendapatkan pahala dan menghindari dosa. Beribadah juga untuk mencari surga alih-alih selamat dari neraka, padahal tiada orang yang tidak berdosa dan terhindar seutuhnya dari neraka. Ups… lagi-lagi kita berkutat di kotak pertanyaan“Apa untungnya berpikir tanpa kotak?”

Satu hal yang pasti sebagai jawaban dari pertanyaan di atas, yaitu dengan berpikir tanpa kotak, kita bisa menjadi siapa saja, apa saja, kapan saja, dimana saja, dan bagaimana saja… Suka-suka kita. Tidak diharamkan berpikir bahwa kita adalah seorang presiden, atau kita seekor nyamuk, bahkan seorang kapiten berpedang panjang. Di level ini, bermimpi adalah wajib dan bahkan harus kita banggakan asal kita punya penjelasan bagaimana mewujudkannya. Di level ini juga terlukis bahwa tidak ada hal mustahil dan semuanya mungkin bahkan pasti, asal dikehendaki Tuhan. Di level inilah Wright bersaudara menciptakan pesawat, Steve Jobs dan Newton berkhayal tentang Apel, dan para penemu gila mewujudkan ide-idenya.

“Tarian dangdut pena” beberapa paragraf hanyalah sekilas untuk memberi kita pilihan yang memang harus kita pilih. Apakah kita masih suka berpikir dalam kotak atau seperti katak dalam tempurung, berpikir diluar kotak yang diklaim sebagai “kreatif”, atau berpikir tanpa kotak atau yang seringkali dianggap aneh, gila, koplak, dan sebagainya. Apapun itu isi kepala kita yang berbentuk pikiran, tantangan akhir yang paling berat lagi adalah… Mewujudkan pikiran itu. Di titik itulah kemudian muncul satu kalimat yang menjadi moto merk ternama. “Just do it…!”. Jadi wahai saudara-saudari, apapun itu pikiran kita, mari kita wujudkan dengan melakukannya. Mari lakukan sekarang! Jangan buang waktu lagi merenungi tulisan saya. Itu hanyalah tulisan. Sekali lagi… “Just do it…”

Jogjakarta,

18 Agustus 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun