Ketika sebagian besar manusia terlelap berselimutkan dinginnya udara Sleman, perempuan itu tertatih-tatih berjalan membuka pintu dan keluar rumah. Tiada lain yang ditujunya, melainkan tempat itu. Tempat dimana ia bisa mencurahkan segala macam keluh kesahnya pada kehidupan. Kebosanannya bertemu orang-orang yang menjalani hidup seenaknya tanpa bersyukur. Mereka bicara sembarangan, bersepeda motor dengan suara knalpot memekakkan telinga, menghabiskan waktu dengan percuma, ngerumpi gak jelas.
Tidak kurang dari 30 menit perempuan itu berjalan dari gubuknya yang reyot ke tempat yang dituju. Sesekali ia menegakkan tubuh rentanya dengan bertopang di sebuah tiang listrik yang ia lewati. Maklum, usia senja telah menggerogoti tubuhnya hingga kini bungkuk nyaris 90 derajat. Tiap langkahnya diiringi dengan gumaman menyebut nama Tuhan. Sebutan-sebutan itu ia gunakan untuk menggantikan gumaman sumpah-serapah jengkel dengan keadaannya sekarang. Bagaimana tidak, jalan kaki kemana-mana dengan posisi rukuk menunduk seperti itu begitu menghabiskan tenaga. Kalau bukan karena ketegaran hatinya, nenek itu pasti sudah menggunakan tongkat atau memilih tidur dan shalat Shubuh di rumah.
Nenek itu, entah siapa namanya, dimana rumahnya benar-benar tidak saya kenali. Saya hanya menguntitnya dari belakang ketika pulang dari Shalat Shubuh di sebuah masjid di daerah sekitar Karang Malang, Sleman, Jogjakarta. Saya tidak berani menyusulnya hingga dia menegakkan badan sembari menghela nafas. Saya bertanya pada diri sendiri, berapa lama proses yang dilakukannya dari mulai bangun tidur hingga ke masjid. Setidaknya bisa lebih dari satu jam untuk berangkat ke masjid apabila perjalanan ke masjid dihitung 30 menit, belum lagi pulangnya. Air mata ini tak terasa menetes karena dengan tubuh yang masih sehat dan otot sempurna, belum tentu usia saya sepanjang beliau dan memiliki ketegaran hati seperti beliau, berangkat pulang-pergi sendirian ke masjid untuk shalat Shubuh.
Saya jadi ingat tulisan di internet soal Shalat Shubuh yang ditulis oleh seseorang yang begitu menohok saya. Inilah tulisan tersebut, semoga bermanfaat:
Shalat Shubuh dan Shalat Isya Paling Berat Bagi Orang Munafik
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
Dua shalat yang memiliki keutamaan yang besar adalah shalat Shubuh dan Shalat Isya.Dua shalat inilah yang terasa berat bagi orang-orang munafik.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا في العَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوَاً
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada shala Isya’ dan shalat Shubuh, tentu mereka akan mendatanginya sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)
Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657).
Ibnu Hajar mengatakan bahwa semua shalat itu berat bagi orang munafik sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى
“Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas” (QS. At Taubah: 54). Akan tetapi, shalat ‘Isya dan shalat Shubuh lebih berat bagi orang munafik karena rasa malas yang menyebabkan enggan melakukannya. Karena shalat ‘Isya adalah waktu di mana orang-orang bersitirahat, sedangkan waktu Shubuh adalah waktu nikmatnya tidur. (Fathul Bari, 2: 141).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Orang munafik itu shalat dalam keadaan riya’ dan sum’ah (ingin dilihat dan didengar orang lain). Di masa silam shala Shubuh dan shalat ‘Isya’ tersebut dilakukan dalam keadaan gelap sehingga mereka -orang munafik- tidak menghadirinya. Mereka enggan menghadiri kedua shalat tersebut. Namun untuk shalat lainnya, yaitu shalat Zhuhur, ‘Ashar dan Maghrib, mereka tetap hadir karena jama’ah yang lain melihat mereka. Dan mereka kala itu cari muka dengan amalan shalat mereka tersebut. Mereka hanyalah sedikit berdzikir kepada Allah. Di masa silam belum ada lampu listrik seperti saat ini. Sehingga menghadiri dua shalat itu terasa berat karena mereka tidak bisa memamerkan amalan mereka. Alasan lainnya karena shalat ‘Isya itu waktu istirahat, sedangkan shalat Shubuh waktu lelapnya tidur.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 5: 82).
Hanya Allah yang memberi hidayah untuk beramal shalih.
Sumber: http://rumaysho.com/shalat/shalat-shubuh-dan-shalat-isya-paling-berat-bagi-orang-munafik-3785
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H