DOK. KOMPAS.COM
Kabinet Kerja hari ini mulai bekerja. Usai dilantik, hari ini mustinya tidak menunda sisa waktu seharian untuk kegiatan berbau protokoler. Segera analisa dan rampungkan persoalan di 34 bidang. Bikin konsep segar yang pro rakyat. Tak usah bikin mimpi, sebab masih banyak pekerjaan yang tak terselesaikan harus cepat-cepat dikerjakan.
Bikin saja konsep jelas dan nyata, dan mudah dieksekusi. Rakyat percaya bahwa Anda semua adalah winning team. Tetapi, harus dicatat, kerap kali se-juara-juaranya sebuah winning team, kerap berujung pada worst result. Kenapa? Karena tidak pernah melakukan winning process, selalu adu pendapat yang memunculkan aksi banyak bicara. Yang rakyat perlukan adalah winning team yang bekerja lewat winning process dan menghasilkan winning result. Itu saja.
Kami juga tidak tahu persis siapa yang menurut KPK dan PPATK memiliki notifikasi merah dan kuning. Soal ini, biarlah presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla yang ambil peran dan risiko. Dan, soal risiko dan konsekuensi itu, tentulah kita yang rakyat dengan bapak berdua sebagai pemimpin negara punya satu kata kunci yang sama, punya pemahaman yang sama. Siapapun tercela sedikit pun oleh korupsi, kolusi dan nepotisme, musti lekas angkat kaki dari gedung yang hari ini akan jadi tempat bapak-bapak dan ibu-ibu bekerja.
Dalam konteks bernegara, lembaga-lembaga yang Anda pimpin adalah sebuah patron, contoh, pun panut. Sebagai patron, Anda membuat pola kerja yang efisien dan efektif, mengurangi segala paradigma “jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah”. Sebagai contoh, Anda para menteri yang kenyang pengalaman, mari bikin aksi “satu hari bikin satu karya”, jangan “satu hari asal absensi”. Sebagai panut, kami para profesional, para pekerja, juga rakyat biasa akan mengikuti kepanutan Anda beserta jajaran karyawan. Sebab, figure pekerja keras lah yang kami cari. Bukan pekerja asal keras, pekerja grusah-grusuh.
Sebagai warga negara, perkenankan lah saya untuk mengusulkan beberapa hal, begini;
#1. Bekerja lah dengan KPI.
Ya, bekerja tanpa acuan dan target, hanya sia-sia belaka. Pak Presiden mohon untuk dibuatkan Key Performance Indeks (KPI), baik bagi Pak Menteri dan institusi. Meski KPI bukan satu-satunya kunci, tetapi paling tidak ada ukuran. Sehingga, kami-kami ini bisa menilai kinerja dan performa “pasukan” bapak. Maka, kami akan paham kapabilitas “prajurit” yang bapak sodorkan.
#2. Copot jabatan jika tercolek KKN.
Ini soal kredibilitas dan kepercayaan. Jangankan terkena, tercolek saja sudah bikin ribut. Maka, demi “kebersihan”, saya mohonkan kepada bapak untuk sigap ambil tindakan. Mempertahankan jabatan juga hanya akan terus jadi preseden buruk. Beberapa contoh dari pejabat-pejabat di Korea, Jepang, yang mundur segera justru membuat rakyat angkat topi. Salut.
#3. Permudah akses rakyat lewat media sosial.
Pasti akan sangat sibuk luar biasa aktivitas, tetapi tetaplah untuk terbuka dan membuka diri bagi akses rakyat. Tak harus bersua dan bertatap muka. Ini zaman teknologi, pastilah bapak dan ibu terhormat punya email, media sosial, atau forum. Suara rakyat adalah suara dari hal yang paling dasar. Kalau pak Jokowi gencarkan e-blusukan, mustinya begitu pula yang akan dilakukan oleh para asistennya. Tidak tutup mata, tidak tutup telinga.
#4. Jadi menara mercusuar ketimbang menara gading.
Sebanyak 34 bidang adalah langkah Indonesia maju, menjadi bangsa “besar” dan hebat. Sebanyak lembaga itu adalah pionir rakyat beserta semua kegiatannya untuk berangkat ke depan. Maka, yang dibutuhkan adalah arah yang tegas dan terang untuk berbaris maju. Menerangi kami rakyat menjadi lebih bermartabat baik di dalam negeri maupun warga dunia. Beri kami jalan yang lempang dan tidak dihalang oleh segala retorika dan birokrasi.
Terakhir, selamat bekerja dan jangan banyak bicara. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H