Mohon tunggu...
Andong GunturMaulana
Andong GunturMaulana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tidak ada profil

seorang pelajar ingin jadi orang yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Aku Masih Mencintai Kamu yang Kemarin

24 Januari 2019   18:24 Diperbarui: 24 Januari 2019   18:49 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar : matanaga.com)

1/
Dia merdeka sekarang. Pria remaja beranjak dewasa yang luluh lantak dihempas cinta bertubi-tubi. Perlahan melapas rantai kerinduan sedikit hingga kini menjadi bukit. Tak ada keraguan padanya. Basa-basi yang dulu menjadi andalan kini hilang ditelan kebencian.
Kemudian kebencian itu menghapus potret wanita pujaan dalam ingatanya.
Yang dia kubur bersama harapan dan keinginan. Yang tak sempat berduka cita selepas mengubur dalam pusaran.

2/
Pria itu telah beranjak jauh berjarak, namun tetap saja kenangan tentangnya melekat di relung hati terdalam. Yang dalamnya bahkan lebih dalam dari palung Mariana. Yang luasnya lebih luas dari gurun Antartika. Tidak!! Dia berusaha mengundang  lupa . Tetapi,masih saja ia jatuh cinta pada wanita yang sama. Padahal wanita itu sudah ia kubur di atas nisan atas nama kenangan. Ternyata, setengah jasad kenangan itu mencuat perlahan ke permukaan. Setengah yang mecuat adalah wanita yang dulu ia kenal dan setangah bagian yang masih terkubur adalah wanita yang kini telah berubah..

3/
Dia dihadapkan pada posisi gunda. Mencintai yang tak mungkin masih saja hidup menghantui pikirannya. Berbohong pada diri sendiri adalah monster kemunafikan. Dia lelah melakoni peran itu. Merangkak badannya menjadi karakter kuat dan tangguh. Kejujuran adalah kunci transformasi perubahannya menjadi sesosok baru.  Kemudian bibir telah ikhlas berucap bahwa sesungguhnya dia masih cinta. Namun cintanya masih tetap pada wanita yang dulu ia kenal  bukan pada wanita yang sekarang telah berubah totalitas sikap dan penampilan...

4/
Apa mau dikata? Jujur pun tak mampu menggoyahkan wanita itu untuk kembali pada ruh aslinya. Pria itu justru terpuruk akan kerinduan bayangan wanita yang dulu ia kenal. Semakin besar pintanya untuk kembali semakin lebar pula langkah wanita itu meninggalkannya.
Kesedihan menggumpal namun tak kunjung meruah menjadi tetes-tetes air mata. Tak ada yang mampu menggantikan posisi wanita yang kini menjadi monster baginya. Kelam masa mudanya dihujam tanda tanya....

5/
"Kemana lagi kakiku beranjak di saat takdir mendekap niatku untuk menjauh.
Kemana lagi harapku berlabuh disaat keinginan ku lenyap ditelan kenyataan.
Salahkah aku mencintai mu yang dulu?"

Tanya pria itu dalam hati kecilnya.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun