Komunitas Rumah Pelangi menjadi tempat berkumpulnya sebuah diskusi antar sesama penggiat literasi, terletak di  Jl. Raya Sukamekar, kabupaten Bekasi.  Acara tersebut bertujuan untuk membangun dan menguatkan simpul-simpul tali silaturahmi antar penggiat literasi khusunya wilayah Bekasi. Hal itu melibatkan banyak pihak, baik sesama relawan ataupun diluar komunitas.
"Ijag Ijig" merupakan sebuah tema dari pertemuan FTBM (Forum Taman Baca Masyarakat) Kabupaten Bekasi. Acara rutin ini diselenggarakan setiap satu bulan sekali pada awal minggu pertama.
Kegiatan yang  dilaksanakan tepat pada tanggal 12 Febuari 2022 ini menjadi sebuah ruang aspirasi bagi setiap relawan. Menyampaikan komsep dan gagasan ke forum merupakan hidangan inti atas berlangsungnya acara.
 Salah satu penyelenggara yang bernama Taufik Rahman menilai, rasa kepedulian akan pentingnya minat baca juga terkait literatur masih tetap tumbuh. Terbukti dari kehadiran beberapa komunitas dan juga tokoh masyarakat.
"Bang Idin serta abang Adit sebagai tuan rumah RUNGI, Kong Bisot pembina, bunda Ira dari TERASUKA, dan tak luput kong Endra yang berprofesi sebagai penulis" ujar taufik.
Adapun terdapat beberapa poin penting dalam pertemuan ini, salah satunya ialah mengenai regenerasi dan meningkatkan mutu self quality (kualitas diri). Pokok tersebut menjadi hal yang sangat fundamental bagi setiap relawan, sebab arti dari regenerasi disini ialah membangkitkan jiwa muda dengan rasa kepedulian antar sesama. Level kualitas diri harus ditingkatkan , salah satunya dengan membaca dan menulis. Baik itu tulisan puisi, cerpen, novel, dan lain sebagainya.
 Kong Endra salah satu pengisi acara diskusi menuturkan, bahwa untuk memulai sebuah tulisan ialah dengan menambah referensi yaitu dengan membaca. Ia juga menambahkan bahwa untuk menciptakan  sebuah karya tulis salah satunya dengan memulai tanpa banyak pertimbangan terlebih dahulu.Â
"Kalau ingin punya karya tulis ya harus menulis. Kita kesampingkan terlebih dahulu soal teknik dan lainnya. Intinya cari referensi dan menulislah" imbuh Endra.
Dialog tersebut berlangsung diruangan sebesar enam meter persegi. Pembahasan intelektual namun ringan serta dibumbui sendau gurau membuat interaksi terkesan tidak kaku. Terlebih program tersebut tidak monoton, karena mengalir begitu saja namun tetap pada koridor.Â