Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Member FC: Kite Lagi Liburan (Part 8)

27 April 2014   20:53 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:08 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mari kita lihat kelima orang sahabat yang terkocar-kacir itu.

Conni jatuh berlutut, menyusul Lipul yang juga sama jatuh berlutut di atas hamparan pasir. Nafas keduanya sama memburu hebat, jantung berdebar kencang. Sesekali mereka berpaling ke belakang, takut kalau-kalau Om Granito yang tadi membawa senapan berburu masih menguber mereka. Namun tampaknya pria plontos tersebut tidak mengejar, mungkin saja mengejar teman mereka yang lain, soalnya mereka sudah terpisah sedari keluar dari rumah Desy.

“da-dasar gil-gilaa ma-masak kit-kite mo ditem—bak..!!” ujar Lipul ngos-ngosan.

“SAMPEYAN SING EDAN..!!” balas Conni sengit. (kamu yang gila..!!)

Terang saja wanita ini marah, semua ini terjadi karena ketidak jujuran dari si Lipul sendiri. Bukannya dia ingin membela pria plontos tersebut, namun yang salah tetaplah salah, paling tidak itulah yang ada dalam pikiran wanita ini. Saking kesalnya dengan mendengus pada Lipul, Conni melangkah meninggalkan Lipul yang masih ngos-ngosan di belakang. Bahkan panggilan-panggilan mesra si Lipul di belakangnya tidak mampu melumerkan kekesalan wanita tersebut. Ia makin mempercepat langkahnya meninggalkan Lipul sembari bersungut-sungut, kesal.

Kita beralih pada si Rahab.

Rahab hentikan larinya, satu tangan bertumpu pada sebuah batang pohon yang tumbuh di tepian pantai, ia coba atur pernapasannya yang memburu cepat. Ia kesal, kesal yang tidak bisa tersalurkan, menyesali kekonyolan si Lipul yang berujung pada pengusiran ia dan rekan-rekannya dari rumah gadis yang ia harapkan. Rahab mendengus kesal sembari menghentak-hentakan satu kaki ke hamparan pasir. (sorry tadinya ane berpikir kalo si Rahab memukul-mukul tuh pohon, tapi berhubung pohonnya sendiri protes ama ane, jadi adegannya dibatalkan, ganti injek-injek pasir aje)

Kembali Rahab lanjutkan langkahnya, sesekali ia masih berpaling ke belakang, takut jika ternyata Om Granito mengejarnya, sekaligus mencari-cari keberadaan teman-temannya yang tadi terpencar-pencar. Langkah pria ini terlihat begitu gontai hilang semangat.

Kita beralih lagi, kali ini pada si Buyut.

Buyut berpaling ke belakang, ia sedikit lega karena Om Granito tidak mengejar, ia hentikan larinya. Setengah membungkuk mengatur napas yang ngos-ngosan, perutnya sedikit terasa sakit karena berlari kencang dalam waktu yang cukup lama. Kedua tangan terlihat berkacak pinggang, walau sebenarnya lebih pada memegang sisi samping perut yang terasa mengejang.

“hahh..! makan gue hahh jadi nanggung..” ujarnya masih ngos-ngosan. “dasar gagap..!!”

Sama halnya dengan Conni dan Rahab, pria ini merasa kesal dengan si Lipul sahabatnya itu. Jika Conni kesal pada Lipul gara-gara tingkahnya itu ia harus berlari ketakutan setengah mati, sedangkan si Rahab kesal karena pedekate-nya hancur berantakan, nah si Buyut kesalnya lebih pada karena niatnya mau nambah makan jadi tidak kesampaian.

Setelah merasa tidak lagi ngos-ngosan, Buyut kembali lanjutkan langkahnya. Saat ini pria tersebut tengah melangkah di tepian pantai yang lumayan ramai oleh para pelancong. Beberapa saat kemudian Buyut melepaskan pandangan ke sisi kirinya (ke arah rerimbunan pepohonan) pria ini sedikit kaget, karena di sana terlihat dua ekor gorila besar, sepertinya itu kedua ekor gorila tempo hari yang pernah dilihatnya. Penasaran, pria ini kembali coba menelisik lebih jauh.

Benar saja, kedua gorila itu adalah gorila-gorila yang sama dengan yang tempo hari pernah dilihat Buyut, kontan saja pria ini tersenyum ganjil, ia penasaran apalagi yang bakal terjadi. Buyut mengendap-ngendap beringsut semakin mendekat pada kedua ekor gorila tersebut, hanya terpisah jarak 10 meter kurang-lebih.

Kedua gorila itu (yang atu betina warna kuning kecoklatan, atu lagi nyang jantan hitam pekat) seperti tengah meributkan sesuatu. Konyolnya lagi si gorila jantan seperti tengah duduk berjongkok dengan kedua tangan mendekap kepala dan posisi tubuh yang menyamping ke arah si betina, mirip-mirip seseorang yang ketangkep bersalah. Sedangkan si betina seperti tengah memarahi sang jantan (tentunya pake bahasa bangsa mereka he-he) dengan tegak bertolak pinggang. Sesekali satu tangan seolah-olah menunjuk-nunjuk (maaf ya gor..) kasar si gorila jantan dengan ekspresi wajah yang terlihat cukup kesal.

“waduuh, nape lagi tuh si To-ing.??” Bisik Buyut seorang diri. (terserah ente lah Yut, mo To-ing kek, mo Ti-ong kek, terserah ente, hhhh…)

Sepertinya si betina benar-benar marah pada si gorila jantan tersebut, terkadang si betina menjerit-jerit gak karuan, sebentar kemudian seperti melompat-lompat dengan segala kekesalannya. Karena kasihan pada si To-ing (ane pasrah aje dah) akhirnya Buyut keluar dari persembunyiannya.

STOP..!!” seru Buyut pada gorila betina itu, sembari melangkah. (lhoo..???)

Sekitar tiga-empat langkah mendekat pada kedua gorila tersebut Buyut hentikan langkahnya. Ia benar-benar kasihan melihat wajah si jantan yang memelas tersebut, bahkan terlihat benjut-benjut gak karuan gitu, mungkin kena dihajar si gorila betina.

“hentikan kekerasan dalam rumah tangga..!” ujar Buyut lagi. (eeeh..??)

Gorila betina itu sedikit kaget saat mendengar seruan si Buyut, apalagi Buyut bergerak mendekati mereka berdua. Sementara si gorila jantan sepertinya merasa bersyukur melihat si Buyut menghentikan racauan betina-nya itu.

“kalo ada masalah bicarakan baek-baek..” ujar Buyut lagi.

(jiahahahhaha.., mang ente pikir tuh gorila bakal ngarti ucapan ente? Dan ente pikir ente bisa ngarti bahasa gorila?? Yut, Yut ade-ade aje ente..)

Gorila jantan: “huhuha hua hahu..” (tolong saya boss..)

Buyut: “mang lu kenape To-ing..? kok bonyok-bonyok gitu..?

(lhoo lhoo lhoo…?? Kok bisa..????????????? kok ente ngarti Yut..?)

Gorila jantan: “hua hihuhu hahihahiha..” (saya dipukulin habis-habisan..)

Gorila betina: “hiha hahahu ha hu hihu..!” (dasar jantan gak tau diri..!)

Buyut: “ mang si To-ing ngapain Mun..?”

(BAAAAHHH….., jangan bilang kalo namanya si Mumun, Yut..!!!) (maap ye nyang namenye same, bukan ane kok, si Buyut noh..)

Gorila betina: “huhi uhi ihahai hi, hi hahuhi hihahuui aha uhiha haih..”

(gue udah mencintai dia, tapi dia malah selingkuh ma betina lain..)

Buyut terdiam untuk beberapa saat kala mendengar keterangan dari si gorila betina tersebut. Di satu sisi ia kasihan pada si To-ing gorila jantan itu, namun di sisi lain sisi ke-arif-annya (asiikk.., ekheemm) juga menyalahkan kelakuan si jantan. Dan sisi kemanusiannya (wuidiihh mang tuh orang?? Kegorilaan kali Yut..) ia juga menyalahkan si betina yang main hajar saja hingga wajah si jantan jadi bebek-bertelur gitu, e-eehh… babak-belur maksud ane.

Buyut: “lu juga sih To-ing nyari penyakit..”

gorila jantan itu terlihat semakin sedih dan tundukkan kepala, entah ia sedih karena si Buyut ikut menyalahkan dirinya, entah karena rasa sakit di wajahnya yang bonyok-bonyok. Entah sedih karena merasa bersalah pada si betina atas perbuatannya. (Ahh.., makin galau aja dah tuh gorila wakakkaa.., oops.., so-sorry To-ing)

“dah tau si cantik ini cinta ama lu..” Buyut menunjuk pada gorila betina di samping si jantan tersebut. (cantik dari mane-nye Yut..??)

“eeh lu pake selingkuh segala…hedeuuh..”

“ya udeh, kalo gini critanye, gue kagak bisa ikut campur, lu bedua aje dah nyang selesein nih masalah, awas..! kagak pake kekerasan..”

Selesai berbicara seperti itu Buyut balik badan dan melangkah menjauh meninggalkan si To-ing dan si Mumun berduaan saja sembari geleng-gelengkan kepala.

“gak orang, gak gorila hahhh…” keluh si Buyut seorang diri.

“samaa aja kelakuannya…”

“selingkuh-lah, KDRT-lah..hahhh dunia mo kiamat..”

(no comment……………………………………………………………!)

Sementara itu di belakang si Buyut, si gorila betina pada akhirnya berlalu juga dari sana, meninggalkan si jantan yang masih saja berjongkok dengan kedua tangan memegangi kepalanya. (hahhh.., kasihan amat ente To-ing, ck ck ck.., mangkanya jangan betingkah..!)

Setelah cukup jauh berjalan, akhirnya Buyut tiba di sebuah keramaian (sebut saja pasar rakyat) Sejumlah orang terlihat menjajakan berbagai macam dan jenis dagangan di atas meja-meja yang tidak terlalu besar yang tersusun rapi sedemikian rupa di dekat pantai tersebut. Sejumlah turis terlihat tengah melakukan tawar-menawar pada sejumlah pedagang, tidak saja turis lokal namun juga sejumlah turis manca negara.

Si Buyut terkagum melihat keramaian tersebut, mungkin lebih pada keadaan sekitarnya. Soalnya kendati pasar itu ramai menjajakan berbagai macam dagangan, akan tetapi lingkungannya masih atau katakanlah boleh dibilang bersih dan tertata rapi. Sedang asik menyaksikan sejumlah orang yang tengah bertransaksi (bukan drugs lhoo..) tiba-tiba Buyut bertubrukan dengan seseorang. Dan ahh…, keduanya jatuh bergulingan ke atas pasir.

“aahh..somprett lu Ri..” ujar Buyut berusaha bangkit dan membersihkan diri. Ternyata orang yang bertabrakan dengan dia adalah si Erri. Erri hanya nyengir kuda menanggapi omelan si Buyut itu.

“lu liat yang laen..?” tanya Erri.

“kagak, baru lu doang..” jawab Buyut.

“dari tadi gue pengen beser nih..!” ujar Buyut lagi.

“oncom…!” dengus Erri. “ya ke wc-lah, mang lu pikir gue jamban,,?”

“haa…!” seru si Buyut melihat sesuatu.

Searah pandangan mata si Buyut, di belakang pasar tersebut, sedikit menjauh dari keramaian, sepertinya terdapat beberapa buah wc umum.

“Ri., tunggu di sini ya gue ke sono bentar..” pinta Buyut dan Erri mengangguk menyanggupi.

Sementara Buyut setengah berlari ke arah belakang sana, Erri putuskan untuk melihat-lihat, dari pada ngelamun gak da untungnya, mending keliling lihat-lihat sejumlah barang yang diperjual-belikan, siapa tahu ada sesuatu yang unik yang bisa dijadikan cindera mata nantinya, begitu pikir pria berdarah Jawa ini.

Erri melangkah di antara keramaian, lirik sana-lirik sini, mencari-cari barang yang cocok, paling tidak yang bisa ia jadikan kenang-kenangan alias buah tangan. Perhatian pria Jawa ini tertuju pada seorang pedagang yang berdandan jauh dari kesan pribumi (Indonesia). Ia sedikit penasaran dan coba mendekati pedagang tersebut.

Ternyata pedagang itu berpakaian mirip-mirip orang India, lengkap dengan sorban ciri khasnya, hanya saja pedagang itu bertelanjang dada, dan terlihat sedikit kurus, juga berkulit sedikit kehitaman. Ia tidak berjualan menggunakan meja, sejumlah barang dagangannya yang kebanyakan berupa ramuan-ramuan dan obat-obatan tradisional ia pajang di atas semacam kain yang digelar di atas hamparan pasir. Sepertinya ia ditemani oleh seorang perempuan yang mengenakan ‘sari’, pakaian khas wanita India dengan lebih separuh wajahnya tertutup selendang ‘sari’-nya itu, hanya sepasang matanya saja yang sesekali terlihat berkedip.

acha-acha., mari sini tuan, acha..” ujarnya pada Erri yang datang menghampiri dengan aksennya yang terdengar aneh di kuping si pria Jawa ini.

acha tuan punya sakit saya punya banyak obat acha..”

“saya cuman mo liat-liat saja..” jawab Erri, namun pria ini malah berjongkok menghadap pada barang dagangan si pria India tersebut.

“obat apa aja nih..? banyak amat macamnya?” tanya Erri penasaran.

acha saya punya banyak macam obat hee..” jawab si pedagang. “semua kasi guaranty haa, pasti punya acha..”

Sepertinya Erri tengah kesulitan menimbang-nimbang apa ia akan membeli sesuatu dari pria India itu (jiahahha ane tau tuh.., pasti ente mo beli obat kuat kan?? Oops sensorr) Kembali Erri pandangi wajah si pedagang, aneh..! begitu pikir si Erri. Tapi benar juga, soalnya wajah dan bentuk tubuh pria India yang tengah duduk bersila itu mirip-mirip seseorang. Hmm.., haa benar banget, mirip-mirip si ceking Nandar. Hanya saja pria berlogat dan berpakaian ala India tersebut berkumis tebal dan menyatu dengan jambang juga jenggotnya yang lebat.

Si Erri tersenyum sendiri memandang pada pria pedagang tersebut, kembali ia melihat sejumlah barang dagangan itu. Tiba-tiba saja dia teringat akan si Rahab, ahh mungkin saja ada ramuan khusus untuk penakluk cinta. (beuuh.., di negeri sendiri juga banyak tuh, pelet mungkin..)

Mari kita lihat si Buyut yang katanya mau ‘berhajat’.

Begitu sampai di area tempat beradanya wc umum tersebut, tidak serta-merta si Buyut bisa ‘berhajat’, masalahnya semua toilet yang berjumlah lima buah itu sedang ’berisi’. Jadi mau tidak mau ia terpaksa sedikit lama menahan ‘hajat’-nya itu. Toilet itu sendiri tidak membedakan antara wanita dan pria, asal satu kamar saja kosong siapa saja bisa menggunakan.

Satu pintu kamar kecil itu terbuka, bagian paling ujung kiri dari kelima baris toilet tersebut, dan seorang wanita muda keluar dari dalamnya. Buyut yang melihat jika wanita tersebut cukup manis jadi mesem-mesem sendiri, namun naas-nya ketika akan masuk ke kamar kecil yang telah kosong itu Buyut kalah cepat, seorang anak kecil (mungkin masih SD) telah lebih dulu masuk dan menutup pintu toilet mendahului si Buyut yang sudah menunggu sedari tadi. (hahaha, rasain ente Yut, makanya jangan jelalatan tuh mata..tahan tuh terus haha).

Buyut kembali harus menunggu salah satu dari kelima kamar kecil tersebut kosong, keinginan untuk ‘berhajat’-nya begitu memuncak hingga ubun-ubun, bahkan sampai dia menggigil merinding disko segala. Buyut berpaling ke samping kanan, di mana di sana sepi dan hanya ada hutan belantara, hmm kalau tidak memandang malu mungkin ia sudah membuangnya di areal sepi tersebut. Selagi si Buyut asik memandang ke arah rerimbunan rimba, si anak kecil yang tadi telah keluar dari dalam kamar kecil, namun sepertinya Buyut tidak menyadarinya, bahkan hingga kamar kecil tersebut kembali dimasuki oleh orang lain. Yakni seorang turis manca negara alias bule (sebut aja namanya Suko, he-he ekhemm).

Karena menunggu terlalu lama si Buyut hilang kesabaran, jadi dia memutuskan untuk melangkah ke kamar kecil di kiri paling ujung, tempat di mana ia menyangka si anak kecil masih berada di dalam sana. Buyut celingak-celinguk mengawasi keadaan, sepi. Dan iya pun beraksi (niatnya sih bakal ngegendong tuh bocah keluar dan dia akan masuk ke dalam kamar kecil tersebut).

Namun apa daya, saat pintu kamar kecil tersebut ia buka paksa dari arah luar, Buyut terguncang hebat. (A-AOW..!!!)

“WHAT THE HELL ARE YOU DOIN’..?” seru si bule gelagapan sembari menaikan celananya.

(APA YANG KAMU LAKUKAN..?)

Meski sempat kaget, shock, terguncang, bla bla bla..memandang si bule yang hanya mengenakan boxer putih dengan embel-embel gambar ‘hati’ di bagian (maaf) kedua bokongnya itu. Akhirnya tanpa mengatakan apa-apa pada si bule yang sekarang telah mengenakan celana pendek selutut sambil menatap kaget di dalam kamar kecil tersebut, si Buyut langsung ngacir. Berlari kencang dari sana.

Si bule yang melihat tingkah si Buyut yang sepertinya tidak menunjukan etikat baik (tau tuh si Buyut, orang bilang maaf kek, apa kek, ni malah main kabur aja ente..) langsung saja menguber si Buyut sambil satu tangan mengacung-acungkan tinju.

Dari mulai mengitari sejumlah orang yang berlalu-lalang, terus seperti anak-anak yang tengah bermain polisi-polisian mereka terus saling kejar-mengejar. Bahkan sampai balik lagi mengitari kelima kamar kecil tersebut. Sekali waktu mereka sama-sama berhenti kecapekan malah berdampingan segala, detik berikutnya kembali Buyut berlari dan dikejar lagi oleh si bule. Di lain waktu Buyut tertawa senang sambil menari-nari saat si bule jatuh terjerembab karena wajahnya tertutup kain jemuran, dan di waktu lainnya lagi gantian si bule yang tertawa terpingkal-pingkal melihat si Buyut jatuh telentang karena lari gak lihat ke depan dan akhirnya menubruk pohon kelapa.

Kembali pada si Erri di keramaian pasar sore itu.

Saat itu si Erri seperti tengah membayar sejumlah uang pada si pedagang India, dan di tangan kirinya pria Jawa ini seperti memegang satu bungkus kecil berlapis plastik hitam, seukuran kartu remi dan terlihat agak tebal.

“yakin nih oke punya yaa?” ujar Erri bertanya.

acha-acha, saya banyak yakin acha..” jawab pedagang itu.

“gak da bonusnya nih..?” tanya Erri iseng-iseng siapa tahu berhadiah.

nehi-nehi-nehi..,” tolak si pedagang. (gak-gak-gak..,) “kalau tuan mau., ini wanita boleh tuan bawa haa..”

Si pedagang India menunjuk dengan kedua tangannya pada si wanita yang sedari tadi berada di samping kanannya, duduk malu-malu. Namun begitu wanita tersebut melepas balutan selendang ‘sari’ yang menutupi sebagian wajahnya tersebut sontak saja Erri kaget setengah mati.

(Oalaaahh…, kenapa tuh cewek mirip-mirip Ely Su****..?? hadeuuhh)

‘tiing..’

“auww silau-men..” sahut Erri bergidik ngeri. (mang tuh hantu apa?) “gak usah, gak payah, makasih aja..” sahut Erri kemudian bangkit berdiri.

Namun sepertinya wanita yang ‘giginya berkilau’ tersebut kedip-kedipkan sepasang matanya dengan genit pada si Erri, kontan saja pria Jawa ini kegelian yang bla bla bla...

Tepat pada saat si Erri berdiri dari jongkoknya itulah tahu-tahu si Buyut berlari menghampiri, dan kembali mereka bertubrukan dan kembali juga mereka bergedebukan ke atas pasir.

“Ri kabur Ri, cepet..!” ajak Buyut yang kemudian bangkit berdiri lantas lari lagi diikuti pula oleh si Erri.

“apaan..?” tanya Erri heran.

“ada bule ngamuk, gue gak sengaja ngintip die lagi beser..” jawab Buyut sambil terus berlari kencang.

“oncoommm..” maki Erri menahan ketawa.

Namun begitu si Erri memandang ke belakang, pria Jawa ini semakin kaget gak karu-karuan. Memang si bule yang diceritakan si Buyut barusan terlihat menguber mereka sembari terus mengacungkan tinjunya, namun yang membuat pria Jawa ini kaget setengah mati adalah ternyata wanita yang mirip-mirip Ely Su**** tersebut juga ikut mengejar mereka, bahkan sembari kedua tangannya terjulur seolah-olah ingin memeluk dan juga sambil berseru kencang menyebut-nyebut ‘darling-darling’ kadang-kadang diselingi juga dengan ‘mera pyar hai-mera pyar hai’. (darling = sayang, mera pyar hai = cintaku)

“wa a a a a….!!” kaget Erri bukan kepalang. Sontak saja ia makin mempercepat larinya, bahkan mendahului si Buyut yang keheranan pada lajunya lari si Erri tersebut.

***

---tbc^.^----------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun