Antan tertumbuk dalam lesung. Dengking berdentum di balik tungku. Berputih nasi berhitam periuk. Sangai menyangai kuali gulai. Dandang bersuil bertingkah air. Keritik geretak bara mengecil, panaskan panaskan wajah tubuh keringat berpeluh.
Kabarkan kabar pada orang kampung, diri terbaik berkilah munafik. Nafsu menguasai tiada menampik. Solah suci tiap ucapan, seakan penguasa pada raja hari.
Teruskan teruskanlah, segala tipu diri, segala cerita. Tutupi kenyataan yang ada, dendangkan merdu suara membunuh, ajukan gemulai lekuk tubuh. teruskan teruskanlah, hingga nanti kau jenuh, dan tiada sebarang diri lagi yang butuh, barulah terhenyak di sudut malam bersimpuh, hanya isakan yang terdengar saat sesal di dada bergemuruh. Keluh melenguh.
Puas mengecap siang, malam kau terdiam. Hening di sudut kamar. Sunyi… sunyi berteman kepalsuan. Menunggu pagi kapan kan kembali, di sana hati kian tersiksa. Sadar terhentak bila diri hanya sendiri.
Uar-uarkanlah, segala keinginan biar tak lagi resah. Namun jangan lengah, terkuak luka diri sendiri juga yang kan susah.
Antan tertumbuk di senja petang, kokok bersahutan mengajak pulang. Bersama itik pulang melenggang, di atas kerbau dan aku berdendang.
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
Ando Ajo, Jakarta 13 Mei 2015.
Terima Kasih Admin Kompasiana^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H