Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Indonesia, Kau Terlalu Baik!

29 April 2015   15:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14302953371109111958

Dengung keresahan mengalangi atap dunia. Mengangkangi gelapnya malam. Seperti kumpulan kucing-kucing liar yang meminta pandangan. Kecaman. Makian. Umpatan dalam keheningan. Dari para jiran, negeri yang entah siapa mereka, hingga… anak-anak sendiri, dari rahim pertiwi. Menyudutkanmu. Mengasingkanmu.

Mereka tiada peduli, meski tahu alasan kuat. Mereka tak hendak mendengar, penjelasan panjang lebar darimu. Yang mereka butuhkan, keagungan diri, dipandang mata-mata lamur, dipuji bibir-bibir manis berludah bisa. Tapi telinga tak hendak mendengar. Pada keputusan yang kau buat. Pada hukum yang kau pegang.

Kau tetap diam, terus tersenyum, sembunyikan lekuk keris di balik punggung. Tak hendak membalas perbuatan, tak hendak turunkan tangan.

Kau sendiri.

Kau diasingkan…

Tidakkah mereka-mereka yang mencacimu mengulik kebaikan? Yang pernah engkau berikan? Yang selalu dan akan engkau lakukan?

Mereka tiada memandang. Uluran tangan bantuan. Jutaan rupiah hilang dalam masa sebulan. Memberi makan mereka-mereka dalam penampungan. Manusia-manusia perahu yang terusir dari negeri mereka. Padahal mereka orang-orang terbuang. Kau masih memberi makan.

Ribuan kepala tertunduk di rumahmu. Pencari suaka ke negeri kangguru. Lagi-lagi kau ulurkan tangan. Lagi-lagi jutaan rupiah kau habiskan, untuk mereka makan. Sementara kangguru bersarung tinju. Menantangmu di ranah niat yang saru.

Pertiwi… kau ibarat makan buah simalakama.

Makan mati. Tak makan pun mati. Berbuat baik salah. Berlaku tegas demi generasi nanti pun salah. Tiada pernah benar apa yang kau lakukan. Di mata mereka-mereka yang lamur tak tahu kenyataan. Tertutup pemuas diri dan keinginan. Permainan.

Tapi percayalah!

Aku, dia, kami, mereka masih ada. Tak peduli angkara melanda, kami masih setia. Pada merahnya darah dalam dada. Putihnya keinginan yang mengangkasa. Meski mereka-mereka mencela, tak peduli dunia menyusahkan raga, kami… masih ada!

Pada keheningan garuda dalan selimut sangsaka.

You’re not alone.

TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DIATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.

Ando Ajo, Jakarta 29 April 2015

Sumber ilustrasi.

Terima Kasih Admin Komapasiana^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun