Bapak Tiga Agama
[Renungan Jumat]
Dikisahkan…
Di satu siang yang cerah, sang mentari menyinari bumi dengan teriknya. Nabi Ibrahim as tengah berjalan santai sembari mengawasi rakyatnya. Melangkah di sepanjang jalan pasar yang diramaikan para pedagang.
Di salah satu sudut pasar, Nabi Ibrahim melihat seorang pengemis tua usia tujuh puluh tahunan. Dan saat Nabi akan pulang dan lewat di depan si pengemis, penganut agama Majusi ini menyeru pada Nabi Ibrahim.
“Hei Ibrahim, tidakkah engkau mau memberiku sedikit sedekah. Sesungguhnya, aku telah menahan lapar dalam tiga-empat hari ini.”
Nabi Ibrahim berhenti. Memandang dan mendekat pada pengemis tua tersebut. Dan berkata; “Sesungguhnya aku tidak akan memberimu sepeser pun uang, hai orang Majusi. Tidak sebelum engkau meninggalkan keyakinanmu dan berpindah pada apa yang aku yakini!”
Mendengar ucapan Nabi Ibrahim itu, si pengemis tua mendengus tidak senang. “Apakah itu ketetapan Tuhanmu, Ibrahim?!” Nabi Ibrahim diam saja. Ini, kian memancing emosi sang pengemis tua. “Pergilah engkau Ibrahim!” Usir si pengemis pada Nabi Ibrahim. “Jika memang begitu anjuran Tuhanmu! Agamamu! Maka pergilah dari hadapanku. Sesungguhnya aku tidak membutuhkan sepeser uang pun darimu. Pergilah!”
Nabi Ibrahim berlalu meninggalkan si pengemis tua. Di satu ruas jalan yang sepi, sebelum Nabi Ibrahim sampai ke rumahnya, datanglah teguran Allah padanya, lewat perantaraan Malaikat Jibril as.
“Hei Khalil Allah! Tidakkah engkau telah berbuat sesuatu yang tidak adil?”
Nabi Ibrahim yang mendengar seruan Malaikat Jibril itu terdiam. Malaikat Jibril datang menghampiri.
“Tidakkah ucapanmu pada pengemis Majusi itu terlalu kasar? Merendahkan? Lalu, apakah engkau akan merugi jika memberinya sekeping uang, wahai Ibrahim? Sedangkan selama tujuh puluh tahun kehidupannya Allah selalu memberinya rezeki!”
Mendengar teguran dan penjelasan dari Malaikat Jibril tersebut, Nabi Ibrahim sadar telah berbuat sesuatu yang salah. Sesuatu yang tidak diajarkan Allah. Hingga, beliau mengurungkan niatnya untuk pulang, melangkah kembali menuju pasar.
Sesampainya di hadapan si pengemis tua tadi, Nabi Ibrahim memberinya uang yang banyak dan mengajaknya untuk singgah ke rumahnya, makan bersama. Namun, si pengemis yang terlanjur sakit hati menolak ajakan dan pemberian Nabi.
“Sungguh aneh sekali kelakuanmu ini, hei Ibrahim! Aku belum tuli! Tadi jelas-jelas kau menghinakanku. Sekarang engkau malah memberiku uang yang banyak, dan mangajakku makan ke rumahmu. Apa ini permainanmu, Ibrahim? Pergilah! Aku tidak sudi!”
Nabi Ibrahim semakin merasa bersalah, sebab kelakuan dan ucapannya sebelum ini membuat si pengemis tua menjadi terluka hatinya. Lalu, Nabi Ibrahim menjelaskan;
“Wahai Bapak tua, sesungguhnya benar, aku telah melakukan kesalahan atas dirimu. Dan Tuhanku menghukumku dengan teguranNya. Sesungguhnya, aku melakukan ini, memberimu uang dan mengajakmu makan bersama adalah bentuk penebusanku pada Tuhanku, dan permohonan maafku padamu.”
Si pengemis tua menjadi tersentuh. “Wahai Ibrahim, aku tidak menyangka, meskipun aku tidak menyembah Dia, tapi Tuhanmu itu justru memperhatikanku. Sungguh, aku mengakui ajaranmu adalah kebaikan. Jika memang itulah kata Tuhanmu, sungguh, terima aku kedalam ajaranmu.”
Lalu, sang pengemis menyambut uluran tangan Nabi Ibrahim. Dan mengucap janjiia memeluk agama yang dibawa Nabi Ibrahim as.
***
Inti-sari Yang dapat Dipetik;
Dari kisah di atas, tentulah sangat banyak yang dapat dipetik atau diambil hikmahnya. Beberapa di antaranya;
1.Kendati diri benar sekalipun, namun itu bukanlah satu hal yang dapat membenarkan semua ucapan dan tindakan – dalam hal yang buruk, contohnya; ucapan kasar. Terkhususnya; terhadap orang-orang yang tidak sekeyakinan.
2.Di mata Tuhan Sang Pemilik semesta ini saja, manusia itu sederajat. Sama mendapat rezeki dariNya. Yang membedakan; tentulah amal (termasuk sikap, tingkah laku, dan ucapan) dan perbuatan masing-masing individu. Siapalah diri ini dibandingkan dengan Sang Pencipta?
3.Sikap ksatria, meski orang terpandang/diagungkan/dihormati sekalipun, berendah hati untuk meminta maaf. Sadar akan kesalahan, walaupun kesalahan itu kecil di mata sebagian orang. Toh ujar-ujar tua mengatakan; meminta maaf itu adalah mulia, lebih mulia lagi memaafkan.
Cukup tiga itu yang bisa penulis simpulkan. Selebihnya, penulis yakin, sahabat semua mampu melihat/mengambil yang tersirat di balik yang tersurat.
***
Ibrahim Dalam Pandangan Agama Samawi.
Dalam Islam; Ibrahim adalah salah satu Nabi Ulul Azmi – gelar khusus kenabian karena memliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menyampaikan dan menyebarkan ajaran tauhid – ajaran kebenaran akan Keesaan Tuhan. Nabi lainnya yang memiliki gelar serupa adalah; Nabi Nuh as, Nabi Musa as, Nabi Isa as, dan Nabi Muhammad SAW.
Dan Nabi Ibrahim satu dari sekian nabi yang menggambarkan seorang mu’min sesungguhnya. Mu’min/mukmin berati; orang yang benar-benar menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain; memiliki keteguhan iman dan mampu memberi ketenangan bagi orang-orang yang seagama dengannya.
Dalam Yahudi; Avraham/Abraham. Adalah leluhur Yahudi. Dalam kitab Ibrani, Allah menyatakan; “Hai Musa! Akulah Allah Ayahmu. Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub!” lalu Musa menutupi wajahnya, sebab ia takut memandang Allah. – (Keluaran 3:6)
Dalam Kristen; Abraham adalah Bapak orang-orang terpercaya. Dalam Surat Ibrani: "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui... Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal" (Ibrani 11:8, 17).
Dalam pandangan ketiga agama samawi tersebut, Ibrahim adalah Bapak dari tiga agama besar yang menganut faham monoteisme – kepercayaan dengan Keesaan Tuhan.
Majusi;
Dalam ejaan bahasa Inggris; Magi. Yunani; Magos. Adalah sebutan bagi pengikut agama yang memiliki faham dualisme. Semisal; Penguasa gelap, dan Penguasa terang. Selengkapnya; di sini.
Meminta maaf itu mulia, lebih mulia lagi memberi maaf ^^
Dari berbagai sumber.
TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.
Ando Ajo, Jakarta 27 Maret 2015.
Terima Kasih Admin Kompasiana ^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H