Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agustus, Masihkah Bulan Kemerdekaan?

9 Agustus 2014   11:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407533666433886982

Agustus, Masihkah Bulan Kemerdekaan?

Kita semua tahu – kita yang mengaku; Berbangsa Satu, Bangsa Indonesia – jika bulan agustus adalah bulan yang sangat spesial bagi bangsa Indonesia – tanpa menafikan peristiwa penting di bulan yang lain. Sebab, di bulan inilah Presiden Pertama (Soekarno) dan Wakil Presiden Pertama (Mohammad Hatta) kita – selanjutnya dikenal sebagai Bapak Proklamator – membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang menandakan Kemerdekaan Indonesia – 17 Agustus 1945 – setelah perjuangan yang melelahkan, beratus tahun. Mengorbankan jutaan kubik air mata, jutaan kubik darah anak pertiwi, harta-benda – jika ada yang sanggup menghitung takarannya, tolong beri tahu saya! – dan, jutaan nyawa pejuang demi ‘terbebasnya ibu pertiwi’.

Saya mungkin sanggup membayangkan kegembiraan Rakyat Indonesia, kala itu. Tangis haru, sorak-sorai membahana, saling berpelukan satu sama lain, berjabat tangan meski berbeda ras, suku, dan agama. Sebab Perjuangan Mereka yang telah ‘mendahului’ tidaklah sia-sia. "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."(potongan Pembukaan UUD ’45) Bahkan dalam pembukaan UUD ’45 juga termaktub butir-butir Pancasila yang HARUS menjadi landasan bagi setiap kepala dan hati yang hidup di tanah pertiwi ini.

Namun… sungguh, jika disuruh membayangkan perjuangan mereka, saya tidak sanggup, tidak sedikit jua. Meski banyak gambaran untuk itu, lewat buku-buku sejarah, cerita orang-orang tua di kampung, atau juga lewat visualisasi layar televisi. Jujur, saya tidak sanggup. Bukan berarti tidak bisa! Saya tidak sanggup sebab dada ini akan sesak karenanya. Sesak oleh Nasionalisme dan Patriotisme para pejuang itu. Sesak karena mereka tidak memikirkan diri sendiri. Seolah membisikkan; Biarlah raga hancur! Biarkan kami berkalang tanah! Asalkan anak-cucu tak lagi hidup terjajah! Sedikit saja, cobalah kenang perjuangan kami, nanti!

Mari kita buka lagi lembaran-lembaran sejarah, memutar waktu barang sekejap, melihat perjuangan para Pahlawan, dari titik awal, perjuangan yang belum terorganisir, wilayah kecil, kerajaan, hingga membentuk keinginan yang sama, menjalin persaudaraan, berkembang besar menjadi Satu Nusa-Satu Bangsa-Satu Bahasa, tidak agustus saja, juga di bulan-bulan lainnya, urutkan lagi, mundurkan lagi, flashback history. Hingga… bermuara di bulan Agustus 1945.

Dan saya sangat yakin, jika kita membaca lagi Pembukaan UUD ’45, maka kita akan mendapati jika ‘itu’ dimaksudkan untuk selama-lamanya. Sebab tertera (dan saya yakin disepakati) ; “…telah sampailah…” yaa, saya yakin seyakin-yakinnya jika kalimat itu dimaksudkan ‘untuk selama-lamanya’.

Namun, jika melihat lagi pada ‘kejadian’ pemilu kemarin yang bertepatan dengan bulan suci ramadhan – Pembacaan Teks Proklamasi 1945 juga di suasana ramadhan juga – hingga ke agustus ini – 9 Agustus 2014 – tentang semua ‘proses’-nya. Saya seperti merasa perjuangan para Pahlawan itu, sia-sia.

Maafkan saya mengatakan seperti itu (sia-sia) sebab, dalam tempurung kepala saya muncul tanda tanya besar.

Apakah perjuangan mereka terdahulu tidak lagi diingat?

Benarkah perjuangan mereka ‘telah sampailah’ berakhir?

Benarkah kita merdeka?

Yakinkah kita bersatu?

Berdaulat?

Adil?

Makmur?

Ke mana hilangnya harga diri?

Ke mana perginya legowo diri?

***

Dari berbagai sumber

_____________________________________

Salam dari saya yang masih dan akan selalu mencintai negeri ini.

Merdeka!

__________

Jakarta, 09 Agustus 2014

Ando Ajo

Sumber ilustrasi di sini

Terima kasih Admin Kompasiana ^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun