Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

#3 - Siang

9 April 2015   16:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14285732301088917199

#3 – Siang

Sudah lama diri ingin bertanya. Padamu siang raja buana. Kenapa begitu tega? Memaksa? Setiap kehadiranmu, selalu dengan asa yang menggebubu. Mencambuk langkah-langkah deru. Bahkan dimulai saat anak tirimu sang fajar… mekar.

Sombong menyapa di sudut dunia. Pongah di balik indahnya warna. Emas merona. Seakan menggoda, membisikkan telinga, jika hari ini ada sisa. Rezeki dari ratu malam yang entah tidur di mana?

Sayang seribu kali sayang. Dia pergi lekas menghilang, tinggalkan diri dalam asa yang mengambang. Bertekuk lutut pada siang, raja garang pialang terang.

Kau curang! Culas! Hanya memberikan kesejukan pada mereka yang beringas. Menggerogoti ibu bumi tak pernah puas. Tiada berbelas. Dan kami… harus menghela langkah. Tertatih kepanasan. Satu per satu kulit tubuh mengelupas. Telapak-telapak kebas, tak lagi bernas pada hasrat tak terlepas. Memelas…

Sampai kapan…?

Raja hari begitu tinggi. Angkuh mengumbar diri. Tiada satu lembar jiwa mampu menghadapi. Tantang saja bila ingin mati!

Raja siang sombong dipentang. Kilau cahaya tak sanggup memandang. Sedikit menantang diri terbuang. Barpaling wajah raga terkekang.

Sejak lama diri ingin bertanya, mengapa panasmu begitu menyiksa? Sengatan hari menghitam raga. Terkelupas sisik-sisik diri didera. Kenapa tega?

Apakah engkau cemburu? Pada kami yang berpasangan? Sedang engkau lelah mengejar ratu malam tiada pernah bertemu? Berulang-ulang dari zaman ke zaman.

Dan kau puas menyiksa. Lantas beranjak mengejar hasrat. Tinggalkan kami pada anakmu, senja menyapa rona kian menyiksa.

Kepalsuan terus mengumbar, lagi dan lagi hingga diri terkapar. Ditelan letih, ditelan dahaga. Ditelan kegelapan pengganti rupa.

Hingga nanti…

kehidupan ini, berakhir.

Dan waktu pun terhenti…

TULISAN INI PERTAMA KALI DIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COM, COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.

Ando Ajo, Jakarta 09 April 2015.

Sumber ilustrasi.

Terima Kasih Admin Kompasiana^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun