[caption caption="Ibu tua, subuh, dan daun."][/caption]Dingin mungkin masih melenakan, mimpi-mimpi indah tak terbantahkan. Sejuk mungkin masih memanjakan, tubuh-tubuh mulus dalam selimut balutan, pada hening terakhir dalam gelap pujangga lisan. Tidurlah tidur jangan hiraukan, pada kokok bersahutan, pada kumandang panggilan yang bersahut-sahutan.
Tapi…
Kaki-kaki legam kurus menyambut hari, memulai langkah dengan sebersit asa di sanubari. Tiada yang lebih indah daripada apa yang telah diberi. Junjunglah pikullah… atau lipatan-lipatan di sela jemari. Serukanlah tawarkanlah… bukan mengiba layaknya peminta yang dilupakan hati.
Kaki-kaki yang melangkah tanpa alas, tiada yang bisa dirasa semua bias. Kecuali daun-daun hijau alam laku terjual dan ia… puas.
Kaki-kaki yang menapak hingga terkelupas, meski rasa tiada lain hanya kebas. Tetapkanlah senyum mengulas… ikhlas. Pada rasa lapar yang sedikit terjawab… impas.
Kaki-kaki yang melangkah mendahului hari, tak terusik injakan semak berduri. Senyum mekar kala sang putri malu-malu menguncup lipatan, daun-daun bergerak menutup diri. Tak merasa tajamnya bebatuan kerikil nan tumpul, junjung terus angkat pasti pada harapan yang dipikul. Tiada keluh telapak kaki menapak jengkal, meski raja hari memanaskan tungku-tungku aspal. Sapulah senyumlah… pada secuil mimpi bila daun-daun berembun laku terjual.
Kaki-kaki yang setia menemani zaman, mengelus dada lemparkan senyuman, pada alas-alas tiada pemilik tiada majikan, tergantung menjadi pajangan, indah menggoda angan, dalam lemari-lemari kaca hiasan… ahh, tak sepadan.
Siapa pemilik alas tanpa kaki?
Sudikah memberi, meski hanya sebelah pasti?
---o0o---
TULISAN INI PERTAMA KALIDIPUBLIKASIKAN DI WWW.KOMPASIANA.COMÂ COPASING DIIZINKAN DENGAN MENYERTAKAN URL LENGKAP POSTINGAN DI ATAS, ATAU DENGAN TIDAK MENGUBAH/MENGEDIT AMARAN INI.