NKRI
Indonesia merupakan bangsa yang heterogen. Dari Sabang hingga Merauke terdapat perbedaan suku atau etnis, agama, ras atau golongan yang saling berbaur dalam wadah yang sama yakni NKRI. Perbedaan-perbedaan ini telah disatukan secara integral dalam bingkai Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Prinsip esensial pada bangsa yang heterogen adalah mampu menghargai dan menghormati serta menerima perbedaan sebagai kekuatan nasional. Indonesia telah diwariskan Pancasila oleh Founding Father sebagai dasar persatuan.Â
Untuk itu sebagai kaum penerus, kita dituntut untuk memelihara Pancasila agar tetap kokoh dengan berpegang teguh pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam tubuh bangsa yang heterogen ini mengandung bhinneka penyakit yang berpotensi melahirkan gelombang perpecahan. Kuman atau penyakit tersebut dapat menghambat keberlangsungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila serta dapat mengancam musnahnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Penyakit yang paling berbahaya yang mengidap di tubuh NKRI adalah intoleransi dan rasisme. Kedua kuman ini mampu menggoyahkan eksistensi Pancasila sebagai dasar negara apabila dibiarkan berkembang biak. Intoleransi dan rasisme terhadap suku, agama, rasa atau golongan merupakan sentimen negatif yang paling sensitif.Â
Tumbuhnya sikap intoleransi dan rasisme di tengah bangsa ini, telah menunjukan eksistensinya sebagai bangsa yang belum dewasa dalam menerima realita perbedaan sebagai kekuatan nasional.
Kuman Intoleransi
Berbicara tentang intoleransi berarti berbicara tentang sikap tak terpuji. Sengaja meminjam konotasi kuman, agar kita memahaminya sebagai penyakit yang harus dibasmi secara bersih, karena noda-noda itu merupakan ancaman internal yang menghantui persatuan bangsa tercinta ini.
Intoleransi merupakan kebalikan dari toleransi. Jika toleransi dipahami sebagai sikap yang menghormati atau menghargai, maka intoleransi adalah kebalikan dari toleransi, yakni sikap yang tidak menghargai atau menghormati. Apabila sikap intoleransi berkembang biak pada bangsa heterogen ini, maka akan muncul gema gelombang perpecahan.
Dalam beberapa insiden, sikap intoleransi ini masih ditemukan di tubuh NKRI. Menurut Koordinator Program Imparsial, Ardimanto Adiputra dilansir dari CNN Indonesia, sepanjang tahun 2019 terdapat 31 kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia.Â
Kasus intoleransi ini terjadi dalam berbagai bentuk. Namun, sikap intoleransi terbanyak didominasi oleh pelarangan terhadap ritual, pengajian, ceramah atau pelaksanaan kepercayaan agama sebanyak 12 kasus.