Oleh: Adolardus Gunung
Sejak awal Mei pemerintah mewacanakan terkait rencana pelonggaran Pembatasn Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini secara jelas ketika Persiden Joko Widodo menginstruksikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo untuk membuat simulasi terkait rencana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tujuan dibuatnya suatu simulasi agar pada saat melakukan langkah-langkah pelonggaran (PSBB), tahapan-tahapannya harus jelas.
Ada sejumlah tahapan yang dirumus dalam simulasi. Pertama, apabila kurva kasus corona di suatu daerah sudah melandai. Kedua, yaitu kapan waktu yang tepat pelonggaran PSBB diterapkan. Ketiga, keputusan soal pelonggaran PSBB juga tergantung dengan kesiapan masyarakat. Keempat, prioritas daerah mana dan bidang apa saja yang diberikan pelonggaran, dan kelima terkait koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Wacana pemerintah terkait pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), salah satunya adalah diperbolehkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Wacana tersebut sangat menyebar cepat ke telinga masyarakat hingga viral, dan akhirnya banyak warga yang memanfaatkan situasi, bahkan ada yang memanfaatkan untuk mudik dalam rangka lebaran.
Sejak adanya wacana pelonggaran PSBB dari pemerintah, kasus covid 19 meningkat tajam. Bahkan meningkat dua kali lipat dibanding sebelum adanya wacana kebijakan pelonggaran PSBB. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia menunjukan adanya peningkatan kasus. Per selasa 20 Mei 2020 kasus positif bertambah 693 orang, naik drastis dari sehari sebelumnya. Hari ini, Rabu 21 Mei 2020 kasus positif terpapar covid 19 bertambah 973 orang.
Data ini sangat prihatin dan tentunya menjadi pusat perhatian bersama, terutama pemerintah sebagai pengambilalih kebijakan. Apakah pemerintah tetap pada inisiatifnya untuk meneruskan wacana terkait kebijakan pelonggaran PSBB atau pemerintah segera ambil tindakan lebih ketat lagi aturan/kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kebijakan pemerintah terkait pelonggaran PSBB tidak terlepas dari rasa keprihatinannya terhadap ekonomi bangsa. Apabila pemerintah tidak melakukan pelonggaran PSBB, maka dipastikan ekonomi akan anjlok. Mengingat pelaksanaan PSBB baru hampir tiga bulan berlangsung, warga di mana-mana sudah teriak minta bantuan.
Namun, penulis menilai, justru pemerintah tidak konsisten dalam mengeluarkan suatu kebijakan. Pemerintah terlalu panik dengan keadaan ekonomi, hingga lupa bahwa justru kebijakan PSBB bermanfaat bagi penekanan penyebaran covid 19. Manfaat PSBB terlihat jelas pada data kasus covid 19, dimana data kasus pada saat sebelum adanya wacana pelonggaran PSBB tidak terlalu meningkat dibanding setelah adanya wacana terkait pelonggaran PSBB. Dari data tersebutlah kita dapat mengasumsikan bahwa wacana pelonggaran PSBB membawa dampak terhadap peningkatan kasus covid 19.
Apabila PSBB tidak diperketat kembali, maka akan berakibat fatal. Meningat, Pandemi terparah dalam sejarah adalah Flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918. Flu ini berlangsung selama dua tahun dalam tiga gelombang serangan. Tercatat 500 juta orang terinfeksi dan 50 - 100 juta kematian. (Data Wikiped)
Namun, sebagian besar kematian terjadi di gelombang kedua. Ketika masyarakat sudah sangat merasa tidak nyaman dengan karantina dan jarak sosial, ketika mereka dibolehkan keluar rumah lagi, masyarakat berbondong-bondong merayakannya dengan suka cita di jalan-jalan. Beberapa minggu kemudian, serangan gelombang kedua terjadi dengan puluhan juta kematian. “Jangan sampai mengulang sejarah”.