Oleh: Adolardus Gunung
Melonjaknya kasus terinfeksi korona menyebabkan ketidakpastian bagi sejumlah perusahaan untuk kembali beroperasi. Di tengah wabah pandemi ini, dampak yang paling buruk dan mengkhwatirkan adalah terkait nasib pekerja dan perusahaan. Mengingat perusahaan dan pekerja merupakan mitra yang saling membutuhkan. Perusaahaan membutuhkan pekerja untuk mengoperasikan perusahaannya dan pekerja membutuhkan perusahaan dalam rangka mencari nafkah.
Menurut Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dilansir dari Kompas.com, per 8 April 2020, sekitar kurang lebih 1,5 juta pekerja dan ribuan Perusaahan terimbas virus corona (covid-19).
Dari jumlah tersebut, sebanyak 10 persen atau sekitar 150.000 orang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara 90 persen lainnya dirumahkan. Hal ini menjadi kondisi yang mengkhawatirkan apabila darurat covid-19 masih Panjang.Â
Situasi ini tentu mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan yang mampu menyelamatkan pekerja dan perusahaan. Karena apabila perushaan dan pekerja tetap eksis, demikianpun ekonomi akan selamat, meskipun tidak sesuai ekspektasi.
Berbagai langkah untuk menyelamatkan pekerja yang terimbas covid-19 telah diambil oleh pemerintah, di antaranya pembagian sembako, pemberian Kartu Prakerja, Â Insentif untuk korban PHK Melalui BP Jamsostek, serta menerbitkan surat utang, itupun tidak semua dapat.
Namun upaya ini belum tentu mampu mewujudkan impian para pekerja yang terkena PHK untuk bertahan hidup ditengah pandemi ini.Â
Meskipun ketersediaan bahan pokok ditengah wabah ini mencukupi, namun apabila tidak ada sumber pemasukan uang bulanan, tetap saja imbasnya dirasakan.
Lebih buruk lagi apabila pemerintah menerapkan lockdown secara nasional seperti informasi yang tersebar pada pekan awal melonjaknya covid-19.
Berkat pertimbangan matang pemerintah sehingga rencana lockdown nasionalpun dibatalkan dan diganti dengan menerapkan pembatasan sosial (social distancing), yang sekarang kita jalani.