Oleh: Andi Zulfitriadi
Bagi sebagian orang merayakan sebuah pesta merupakan kebahagiaan tersendiri, apatah lagi pesta kemenangan. Namun menjadi hal yang sedikit menyisakan pertanyaan, jika perayaaan kemenangan itu justru meninggalkan beban bagi yang lainnya.
Ibarat sebuah resepsi pernikahan, ada yang bertindak selaku tuan rumah dan ada tamu yang memenuhi undangan resepsi. Dimana tamu harus dilayani oleh si tuan rumah. Ada anggapan bahwa tamu adalah raja, maka si tuan rumah harus memperlakukan tamu sebagaimana layaknya seorang raja. Apakah betul anggapan itu?
Hari ini mayoritas umat Islam merayakan sebuah peristiwa penting, perayaan itu didahului dengan melaksanakan puasa ramadhan selama 30 hari penuh. Perayaan itu dinamai sebagai hari ''Idul Fitri'' yang langsung diterjemahkan kembali fitrah atau kembali suci.
Fitrah dalam hal apa, atau suci menurut siapa? Betapa tidak, didepan mata saya pasca dilaksanakannya sholat IED secara berjamaah, di salah satu kompleks perumahan kota Makassar. Terpampang sisa-sisa kertas koran yang menumpuk di lapangan, tempat dilaksanakannya ritual tersebut.
Apakah ini anggapan bahwa tamu adalah raja, sehingga sang tamu berhak meninggalkan ''sampah'' berharap si tuan rumah yang akan membersihkannya.
Kemungkinan si tamu lupa bahwa tempat yang didatanginya atau yang lebih tepatnya, yang mengundang si tamu datang beridul fitri adalah tuan rumah yang memiliki langit dan bumi.Â
Apakah si tamu hendak menyuruh panitia pelaksana membersihkan sisa kertas korannya,  dan menempatkan mereka sebagai pekerja sosial, atau justru berharap kepada Tuhan (selaku tuan rumah) yang membersihkan kertas korannya sembari si tamu berharap  dibersihkan pula dosanya.
Maka Tuhan dibebani dua tugas oleh si tamu. Pertama membersihkan dosa si tamu karena telah ''merasa'' menjalankan puasa 30 hari penuh. Kedua membersihkan kertas koran, karena si tamu lupa ''megajak'' kertas korannya pulang sembari menikmati opor ayam,.
Tuhan mengalah dan memilih membersihkan kertas koran, dengan menggerakkan tangan-tangan ikhlas panitia rumah ibadah, yang sedari awal telah siap mengantisipasi kemungkinan adanya tamu-tamu ''amnesia''. Yang hanya ingin bersih jiwanya namun lupa sampah kertas korannya.