Menyemai Pembaharuan: Peran Fazlur Rahman dalam Pemikiran Islam Kontemporer
Setiap 17 Ramadhan diperingati sebagai momen penting dalam sejarah umat Islam: hari turunnya Al-Qur'an, yang juga dikenal sebagai Nuzulul Qur'an. Peringatan ini bukan hanya sekadar momen seremonial, tetapi juga merupakan panggilan untuk menghidupkan kembali semangat kajian dan pengamalan kitab suci Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.
Di tengah momen bersejarah ini, banyak individu yang memanfaatkannya untuk memperkenalkan konsep-konsep pembaruan dalam pemikiran Islam. Salah satunya adalah Fazlur Rahman (1919-1988).
Rahman, seorang pemikir yang kritis, menguraikan perkembangan pembaruan dalam dunia Islam ke dalam empat gerakan utama.
Pertama, ada revivalisme pramodernis, yang bertujuan untuk mengembalikan Islam ke akar-akarnya yang murni. Gerakan ini lahir dari dalam masyarakat Islam tanpa pengaruh luar dan berusaha untuk membersihkan ajaran dari takhyul-takhyul dan membuka pintu ijtihad. Contohnya adalah gerakan Wahabiah di Arab Saudi, Â gerakan Syah Waliyullah di India, dan Sanusiyah (Afrika Utara)
Kemudian, ada modernisme klasik yang muncul di paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20. Gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran Barat namun berusaha mengaitkan prinsip-prinsip modern dengan ajaran Islam melalui Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Gerakan ini mengembangkan isi ijtihad, seperti hubungan antara akal dan wahyu, pembaruan sosial khususnya dalam bidang pendidikan dan status perempuan, pembaruan politik dan bentuk-bentuk pemerintahan yang representatif serta konstitusional. Usaha modernisme klasik dalam mengaitkan pranata-pranata Barat dengan tradisi Islam melalui Al-Qur'an dan Sunah Nabi merupakan prestasi yang besar.
Selanjutnya, neorevivalisme muncul sebagai upaya untuk mempersatukan dan memperkokoh masyarakat Muslim dalam menghadapi modernitas. Gerakan ini menekankan perlunya kembali pada prinsip-prinsip Islam yang murni dan membuka kembali pintu ijtihad. Munculnya gerakan ini untuk menjawab kondisi realitas dan modernitas di bawah pengaruh dominasi budaya Barat.Â
Karakteristik gerakan neo-revivalisme Islam ini pertama, menyoroti kondisi internal masyarakat Islam yang tidak terorganisir secara sosio-politik. Kedua, upaya membuka kembali gaung pintu ijtihad dan berpegang teguh pada prinsip pokok ajaran Islam. Ketiga, pemurnian aqidah pokok Islam dari pengaruh faham yang merusak. Gerakan neo-revivalisme Islam ini diprakarsai  Abu A'la al-Maududi dalam organisasi Jama'at al-Islami di Pakistan, dan Hasan al-Banna melalui organisasi Ikhwanul Muslimin yang muncul di MesirÂ
Terakhir, neomodernisme adalah pola pemikiran yang mencoba menggabungkan nilai-nilai modern dan tradisionalisme dalam pemikiran Islam. Nilai-nilai modern bukanlah sesuatu yang harus ditolak, melainkan dengan modernisme bukan pula berarti alam pemikiran tradisionalisme harus dikesampingkan. Malah, dalam beberapa hal kedua alam pemikiran ini bisa berdampingan.
Fazlur Rahman dikenal sebagai seorang pemikir neomodernis. Dalam pandangannya, pengembangan pemikiran Islam haruslah berakar dalam sejarah dan relevan dengan perkembangan masyarakat. Hal ini hanya mungkin jika Al-Qur'an dipahami secara menyeluruh dengan pendekatan metodologis yang sesuai.
Rahman menetapkan beberapa persyaratan metodologis dalam memahami Al-Qur'an, termasuk penggunaan pendekatan historis, pemisahan antara ketetapan legal dan tujuan ayat, serta mempertimbangkan latar belakang sosiologis.