Panitia tidak memungut bayaran tanda masuk yang membuat setiap tahun dibanjiri pengunjung. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 100.000 pengunjung dari berbagai pelosok kota di Belanda. Dickens festijn ini juga dibanjiri pelancong dari Jerman, Belgia dan Prancis yang khusus datang untuk bertemu 950 karakter dari beragam kisah-kisah Dickens yang disiapkan panitia.
Dalam barisan antre yang sangat panjang, sekelompok anak berusia 12-15 tahun hilir mudik membawa koper tua dan berpakaian anak gelandangan ala abad 19-an dengan wajah yang dicoreng hitam. Mereka kadang kala meminta pengunjung yang mengantre membantu mengangkat kopor usang yang kosong untuk diberikan ke kawannya yang lain.Â
Kawanan anak-anak ini sering kali menggedor pintu rumah sepanjang jalur antrean dengan tumpukan kopernya. Ini bagian dari penampilan festival yang menghibur para pengunjung yang antre. Jalur antre dipagari pagar besi dan dijaga oleh para relawan panitia festival. Di pinggiran pagar anak muda berpakaian klasik menjajakan coklat, kopi dan anggur hangat ke para pengunjung yang antre untuk mengusir dingin yang makin menusuk.
Pertokoan didesain seklasik mungkin dan para penjaga toko berpakaian ala settingan waktu novel Dickens. Toko-toko barang antik juga memamerkan beragam koleksinya kepada para kolektor. Restoran dan cafe ramai diisi oleh para pengunjung. Semua pelayan dan penjaga toka berpakaian ala Victorian.
Karena festival ini bertema Christmas Carol, maka tentu tokoh utama novel yaitu Ebenezer Scrooge pun hadir di tengah pengunjung. Tuan Scrooge adalah orang tua kaya yang hidup sendiri, sombong dan sangat kikir.Â
Aktor yang memerankan Ebenezer mengenakan top hat alias topi tinggi khas bangsawan Inggris lengkap dengan tongkat sambil berjalan pongah di tengah pengunjung. Tidak ketinggalan aktor yang berperan sebagai pengawal istana kerajaan dengan bedil jaman perang dunia pertama dan mengenakan topi khasnya bearskin cap. Dua lelaki pengawal istana ini berdiri tegap dan tidak berkedip meski diganggu pengunjung atau diajak selfie.
Di emperan toko banyak anak-anak yang berperan sebagai anak miskin. Duduk dengan muka sendu dan sedih berharap belas kasihan pejalan kaki. Ada juga sekelompok anak-anak pencopet yang berjalan beriringan dengan wajah dicoreng hitam dan membawa karung.Â
Tidak ketinggalan pengembala domba dan keledai yang menggiring domba dan keledainya di sela-sela ramainya ribuan pengunjung. Di sisi kota lain juga ditemukan pasangan bangsawan sedang berpose di depan kamera besar dimana kepala sang fotografer harus ditutup kain hitam.
Ditengah ramainya pengunjung, tiba-tiba dikagetkan teriakan untuk menepi ke pinggir jalan. Serombongan kelompok sirkus membelah jubelan pelancong di tengah jalan kota tua Deventer menuju ke sebuah lokasi pertunjukan di pinggir jalan sekitar gereja.Â