Dia bohong, dia bilang bukan seperti itu yang ingin dia katakan. "Ah," katanya, "andai kau mau mendengarku satu kalimat lagi,"Â
"Aku punya banyak waktu berlimpah kok," kataku.
Lalu dia menjelaskan lebih dari satu kalimat, atau memang masih satu kalimat, karena sebenarnya dia bicara sangat cepat tanpa titik. Persis seorang orator yang gemar memprovokasi agar orang lain percaya kata-katanya.Â
Setelah merasa selesai dan lelah karena aku cuma bergeming macam patung, dia menghentak-hentakkan kakinya. Seperti kuda. Lalu menangis dan menggigit bibir bawahnya.Â
"Jangan menangis," kataku tak percaya akan kegagalannya meyakinkan orang lain.Â
"Aku gagal."
"Jangan menangis," kataku lagi.Â
"Kenapa?"Â
"Karena kalau kamu menangis, artinya aku juga gagal membuatmu tidak menangis!"Â
Lalu dia memelukku
*