Dan sudah satu jam sejak aku memikirkanmu. Dan belum juga kusaksikan tanda-tanda yang mengisyaratkan... kau akan muncul.
Dan genap sudah sejak satu jam lalu semenjak aku memikirkanmu, aku memikirkan diriku sendiri, yang duduk, tidak melakukan apa-apa selain menantimu. dan aku kembali duduk, dengan setengah hati, ingin meninggalkan tempatku. tapi keyakinanku segera memeluk, sebentar lagi, katanya, dia pasti  tiba.
Dan sudah sejak satu jam lalu aku memikirkanmu, seekor kupu-kupu melintas. Di hadapan mataku. Sayapnya mengepak. Pelan, namun penuh kepastian. Kubayangkan dirimu sekeping koin. berputar-putar di atas permukaan meja. namun bedanya kau tidak kunjung melambat, atau sekedar ingin mengambil keputusan: angka atau gambar. Lalu kubayangkan diriku gravitasi, dengan gaya yang lemah, tak pernah cukup kuat untuk menarikmu. membujukmu mengambil keputusan itu.
Dan sudah sejak satu jam lalu sejak aku memikirkanmu, dan semenjak kupu-kupu dan koin itu lenyap, dan kamu belum juga muncul sebagai isyarat.
Aku tulus memaafkanmu.
Tapi sebaiknya begini. Di dunia ini ada tiga hal yang tak boleh diganggu: anjing yang sedang tidur, air tenang, dan yang terakhir adalah: manusia yang tak pernah tahu dirinya dinanti.
Maka sebenaranya justru akulah yang harus minta maaf. padamu. Aku sungguh menyesal.
Aku sungguh minta maaf. Kamu boleh tidak hadir. Dalam hidupku, bahkan setelah ribuan tahun pemakaman kematianku. karena aku tahu, sejak awal, kau memang tak pernah tahu aku menantimu.
Maafkan aku.
***
Andi Wi