Ada perasaan tak sampai hati ingin saya sampaikan padamu. Saya menyerah. Saya sampai di sini saja.
Ternyata tak mudah menanti seseorang yang tak pernah tahu dirinya ditunggu. Saya capek berpura-pura baik-baik belaka, Â padahal saya tidak.
Saya tak butuh waktu lagi, saya akan mengakhiri ini semua.
Saya tahu, kamu memang berhak membuat menanti seseorang seribu tahun, bahkan seumur hidupnya. Tapi saya mungkin bukan orang itu.
Sebelum segalanya semakin menjengkelkan, saya berhenti. Mungkin kamu harus mulai mencari seseorang lain lagi yang lebih sabar ketimbang saya, seseorang yang sama sekali bukan saya.
Saya memang jenis orang yang tunduk pada peraturan tapi saya bukan jenis orang yang tunduk pada peraturan yang bahkan sama sekali tak pernah kita sepakati. Kamu tak menyebutkan peraturannya; kapan saya harus bertahan, mengapa saya tak boleh menyerah, berapa lama lagi saya harus menantimu.
Tapi sudah, hari ini saya putuskan, saya tak ikut permainanmu itu lagi.
Saya tak akan menantimu. Bahkan berharap berubah pikiran karena kamu seseorang yang layak ditunggu. Saya tak akan membujuk diri saya untuk menunggumu lagi. Saya tak akan menginspirasinya untuk setia.
Tidak. Semuanya telah usai, bahkan seharusnya semuanya memang telah usai sejak awal saya putuskan menantimu, sejak perasaan saya jatuh cinta denganmu, sejak hanya diri saya yang jatuh, tapi kamu tak menolongku.
Pada titik ini, saya harus menolong diri saya sendiri, mereka butuh diselamatkan dari perasaan bodoh telah menghabiskan sisa hidupnya demi sesuatu yang tak bisa ia miliki.
Saya berhenti.