Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melahirkan E-KTP Ternyata (Tidak) Butuh Waktu Sembilan Bulan

23 November 2017   11:30 Diperbarui: 23 November 2017   15:09 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluatrasi: Dokumen Pribadi

Pagi ini saya berurusan dengan lagi pegawai pemerintahan. Setelah semenjak terakhir kali sembilan bulan lalu saya berhadapan dengan mereka.

Sembilan bulan lalu mereka menghadiahi saya kekecewaan. Namun pagi ini lumayan sedikit berbeda. Yakni: kekecewaan yang membuat saya lelah.

Cerita mundur ke tanggal 2 Febuari 2017, ketika itu orang tua saya mendesak untuk bikin Kartu Tanda Penduduk. Saya menurutinya, lalu pagi-pagi betul saya bergegas meminta surat izin RT setempat, lantas bergegas ke kantor Kelurahan, lantas terhenti begitu lama di kantor Kecamatan.

Saya ingat hari itu antriannya begitu panjang dan sesak. Saya mendapat nomor antrian yang sanggup bikin saya merinding, dan akhirnya seperti seorang kakek tua yang kehabisan daya, saya kelelahan dan mengantuk.

Di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, saya diminta melakukan rekam jejak identitas seperti sidik jari, rekam iris mata, dan foto wajah. Lalu saya disuruh menunggu. Menanti tanda tangan Bapak Kartiman, SH. M. HUM sebagai pembina muda pencatatan sipil Kabupaten Banyumas, sebagai tanda bukti pengesahan kartu tanda penduduk yang sedang saya perjuangkan.

Saya diminta menunggu lagi. Mungkin agak lama, kata petugas Kecamatan di kantor itu, dan yang terjadi bukan kata "mungkin agak lama" akan tetapi memang lama sekali. Namun saya tetap menunggu hingga pukul 10 siang.

Selanjutnya mudah ditebak, hingga pukul 10 siang pun, beliau belum datang. Saya mengira Bapak Kartiman sengaja mengerjai saya, alih-alih menuju lokasi, beliau justru mengambil jalan memutar untuk membuat kesabaran saya habis.

Tak tahan saya, akhirnya saya pergi ke Taman Kota Ajibarang dan memesan kopi dan memutuskan pulang. Besoknya saya berencana untuk datang langsung ke kantor Capil untuk bisa segera meminta tanda tangannya. Sudah itu yang saya pikirkan.

Besoknya saya memang datang ke Kantor Capil, mengambil antrian, lalu mendapatkan tanda tangan itu. Lantas tanpa meminta persetujuan saya, petugas di sana menyuruh saya menunggu lagi.

Perjalanan menuju Kantor Capil lumayan jauh, sekitar satu jam dengan asumsi rata-rata kecepatan 50 Km/jam. Saya pun pulang, dengan perasaan kecewa, dengan sehelai kertas HVS A4 di tangan saya, ditemani emosi yang tersendat-sendat.

Kini sembilan bulan setelah itu, saya kembali lagi berhadapan dengan pegawai pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun