Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pertanyaan-pertanyaan yang Tenggelam

25 September 2017   18:48 Diperbarui: 25 September 2017   19:54 2777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mereka mungkin akan memunggungimu saat kau sedang bicara serius, atau saat kau sedang menghadapi hari paling buruk, mereka justru mengunyah permen karet.

"Rasanya pasti tak beda seperti sedang mengunyah gelembung udara yang membuatmu hampa sekaligus jengah. Hingga kau ingin sekali bilang pada mereka, "Kenapa sih, kau susah sekali dibilangin!"

"Mereka, cuma anak kecil. Maka sebaiknya mereka memilih diam atau menagis. Atau ketika kelakuan mereka yang tak sengaja menjatuhkan sebatang sabun basah di kamar mandi, yang membuatmu kehilangan keseimbangan saat kau tak sengaja menginjaknya.

"Mungkin ketika itulah, aku yakin, kau ingin sekali berteriak pada mereka, "Tolong buat aku mengerti!"

"Ketakutanmu nomor dua, biar kutebak: kau belum punya target, seorang yang mana bisa kau percaya sebagai ibu dari anak-anakmu yang nakal itu, yang kelak jika ditanya apa cita-citamu, Nak, mereka akan menjawab menjadi seorang tentara, Yah. Menjadi polisi, Ayah. Tidak pernah tidak, mereka ingin menjadi sepertimu. Menjadi seorang Ayah.

"Setelah pelajaran cinta-cinta palsu yang sudah kau pelajari dari pasangan-pasangan terdahulumu, kau mugkin paham betul semua orang itu pendusta. Tak bisa dipercaya. Itu sangat masuk akal. Namun bisa jadi kau hanya belum menemukannya. Seorang itu. Yang kelak bisa merubah cara pandangmu. Sampai pada kesimpulan: ternyata di dunia ini masih ada orang yang bisa dipercaya.

"Biasanya, orang-orang yang merasa hidupnya lebih beruntung darimu, yang menemukan lebih dulu cinta sejatinya dari pada kau, akan berjalan mendekatimu, menepuk pundakmu sekali sambil berkata enteng, "Sabar." Seolah-olah satu kata itu bisa mengatasi seluruh masalah yang terhampat di muka bumi ini -dengan sekali tepuk. Seakan-akan perasaan sakit hati karena patah hati di masa lampau bisa diselesaikan dengan satu kata kunci itu: sabar.

"Sekarang alasan ketigamu, memilih tidak menikah tak lain adalah karena lembaga pernikahan yang selama ini kau kenal dekat, entah itu dari teman-temanmu yang sudah menikah, tetangga-tetanggamu yang setiap kali magrib bikin kau kaget dengan riuh suara piringnya, atau justru orang tuamu sendiri, tak pernah membikin dirimu berminat menyimak kisah asmara mereka. Maka, jika ada istilah semua penderitaan dan kesedihan muncul dari sebuah lembaga negara paling kecil adalah lembaga pernikahan, apa kau setuju? Aku yakin kau setuju.

"Kau pasti sering berpikir bahwa menikah itu berarti menyerahkan diri ke tengah-tengah area ring yang kuat dan kokoh dan tak ada jalan keluar di sana. Semenara kau berdiri, macam seorang Gladiator yang gemetar terkecing-kecing. Menunggu sesuatu muncul dari balik kegelapan. Binatang buas yang siap dilepaskan untuk mencabik-cabik tubuh cekingmu. Ayo mengaku saja!

"Sekarang yang keempat. Alasanmu memilih tidak menikah adalah mungkin karena kau---"

Kertas itu robek. Kalimat itu terpenggal begitu saja. Saya tidak berusaha mencari-cari bagian terhubungnya. Untuk apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun