Mohon tunggu...
Andi Wi
Andi Wi Mohon Tunggu... Penulis - Hai, salam!

Bermukim di Cilongok - Banyumas - Jawa Tengah. Kamu bisa mulai curigai saya melalui surel: andozshort@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhenti Bersikap "Baper" dan Peringati Hari Kemerdekaan Sesuai Porsinya

17 Agustus 2017   19:58 Diperbarui: 19 Agustus 2017   00:35 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa arti kemerdekaan untuk saya? Tidak tahu. Akan tetapi, ketika saya tengah menulis ini, saya sedang menikmati secangkir kopi dan angin di sekitar saya yang enak. Rsanya sangat teduh sampai-sampai saya pikir, mungkin inilah yang disebut kemerdekaan.

Kemerdekaan bersasal dari kata dasar "merdeka" dengan imbuhan sana-sini yang cukup lumrah dan wajar. Sejak kecil saya terbiasa hidup tanpa seorang kakek. Entah dari pihak ibu maupun ayah. Saya cuma punya nenek dan dia sangat cerewet. Lalu ketika dia pulang dari pasar, dia tak pernah membelikan mainan untuk saya. Dan, cukup sudah yang saya gambarkan untuknya.

Akan tetapi, ibu bilang, nenek itu sebenarnya memang cerewet, tapi dia tidak pelit. Dia cuma ya... penuh perhitungan.

Apa pun yang bisa dia hitung pasti dia hitung. Uang, kesempatan, dan kemungkinan-kemungkinan masa depan. Seperti itulah, cara beliau menjalani hidupnya. Sementara satu-satunya yang luput dia perhitungkan adalah usianya.

Sebab jika kita ingin tahu berapa usianya, maka, nenek, akan mulai bergerak dengan cerita, "Pokoknya waktu itu, aku masih kecil dan ketakutan ketika sadar banyak sekali londo --orang Belanda. Laki-laki raksasa berpatroli ke tengah-tengah kampung kami sambil pegang-pegang bedil---senapan. Serem. Lalu, aku bahkan  belum  mengalami menstrusi pertama, sudah dijodohkan sama orang yang tak kukunal. Yaitu kakekmu." Begitu nenek akan mulai cerita. Yang akan sama sekali melenceng dari pertanyaan yang kita minta: kapan sebetulnya nenek lahir?

Cerita itu akan terus berputar-putar sampai batas waktu yang menghawatirkan dan membosankan. Akan tetapi, plot cerita akan berubah sangat menarik ketika sudah mencapai titik dimana kakek berjuang untuk melindungi keluarga dan negaranya.

Saya sendiri kerap kali tergugu sekaligus tertawa-tawa ngeri, membayangkan bagaimana orang-orang zaman dulu melalui itu semua. Terasa tidak masuk akal dan fiksi sekali.

Suatu kali, nenek sepulang dari hutan mencari kayu bakar. Di tengah perjalanan pulang, dia ketahuan dan kepergok oleh laki-laki raksasa itu. Nenek saya konon dulu cantik, dan menggairahkan. Sotak dia lekas-lekas mencari jalan keluar karena dia tak mau di bawa oleh lelaki raksasa, ke dalam bak mobil  besar untuk pelampiasan nafsu mereka, Nenek, akhirnya menememukan jalan keluar, yaitu: pura-pura berjalan pincang dan gila.

Dia berpikir, usahanya pasti berhasil. Dan dia memang berhasil. Di tambah, dengan adegan akting kakek, yang mengata-ngatai nenek, orang gila!

Oh. Apa yang lebih masuk akal ketimbang tindakan mereka berdua?

Lantas tahun-tahun berlalu dan negara kita merdeka dari penjajah. Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mengenang perjuangan mereka di masa lalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun