/7/
Inun, nama perempuan penari balerina yang sudah tak lagi muda. Bergegas, menyelesaikan prosanya. Di sana: Inun, menulis banyak, sebanyak apa yang ia ingat. Barangkali, lupa, sedang kalah taruhan dengan rindu yang lebih mencekam. Di warung ala-ala Cina, saat mereka kencan pertama. Inun, memesan sepasang sendok dan garpu. Ia gagal menyelipkan nasi di antara sumpit. Kekasihnya, tertawa usil. Tersenyum, lalu mengajarinya cara menggunakannya.
Inun, tulis kejadian memalukan itu. Ia senyum.
/8/
Kopi itu sudah dingin, pagi ini semakin dingin dan rindu itu belum beranjak berlalu. Di simpannya puisi dan prosa di laci bercat biru tua. Dingin, Inun menari-nari dengan tongkat kayunya, sampai gerah hingga lelah. Lalu ia menjatuhkan badannya di atas kasur, puing-puing debu pun terbang mencari titik aman. Perempuan itu menarik selimut, matanya sangat berat. Pukul empat, Inun tidur sambil senyum. Lelap.
*) Samarinda, 17 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H